LAPORAN PRAKTIKUM
KULTUR JARINGAN
Disusun Oleh :
Wildan Ahid Mujamal
1101070039
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2013
BAB
1
PEMDAHULUAN
Di zaman yang modern ini, untuk
dapat membudi dayakan tanaman sehingga dihasilkan jenis tanaman dengan kualitas
dan kuantitas yang baik tidaklah mudah. Untuk mendapatkan jenis tanaman
dengan kualitas dan kuantitas demikian,
dibutuhkan teknik penanaman yang mampu melipat gandakan sel dan jaringan yang
berasal dari satu sel induk yang kemudian ditumbuhkan menjadi sejumlah besar
tanaman yang sempurna. Penggunaan teknologi yang modern sangat dibutuhkan dalam
teknik penanaman seperti ini, propagasi secara in-vitro memegang peranan penting
di bidang teknologi bercocock tanam yang modern. Propagasi secara in-vitro ini
biasa dikenal dengan kultur jaringan.
Kultur jaringan bila diartikan ke
dalam bahasa Jerman disebut Gewebe kultur atau tissue culture (Inggris) atau
weefsel kweek atau weefsel cultuur (Belanda). Kultur jaringan atau budidaya in
vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media
buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang
aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
Teknik Kultur Jaringan adalah
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, jaringan dan sel serta menumbuhkan bagian-bagian tanaman
tersebut dalam sebuah media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat
pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman
yang digunakan sebagai eksplan dalam teknik kultur jaringan tersebut dapat memperbanyak
diri dan bergenerasi menjadi tanaman yang sesuai dengan yang dikehendaki.
Teknik kultur jaringan sangat penting bagi Negara yang sedang berkembang untuk
dapat meningkatkan produktivitas pertanian, karena teknik kultur jaringan ini
dapat menghasilkan varietas jenis tanaman baru dalam jumlah banyak dengan waktu
yang relative cepat. Selain itu varietas jenis tanaman yang dihasilkan kualitas
dan kuantitasnya juga lebih baik dari pada tanaman yang diperbanyak dengan
teknik konvensional yang dilakukan oleh para petani kecil.
Setiap sel tumbuhan (akar, batang,
daun, pucuk, mersitem) mempunyai peluang untuk tumbuh menjadi satu individu.
Kemampuan tumbuhan yang demikian ini disebut totipotensi (Total Genetik
Potensi) tergantung teknik formulasi media dan hormon yang dibutuhkan oleh
tumbuhan tersebut. Formulasi serta kebutuhan
hormone untuk batang, akar, daun, pucuk dan meristem akan berbeda satu
dengan yang lainnya. Pucuk merupakan jaringan yang sering dijadikan eksplan
untuk inisiasi karena relativ mudah untuk tumbuh dibandingkan dengan bagian
tumbuhan yang lain. Komposisi media dan hormon perlu dilakukan percobaan secara
berulang-ulang pada masing-masing
perlakuan yang dikehendaki sampai ditemukan komposisi media yang tepat, sesuai
dengan kondisi tanaman, sehingga
dihasilkan komposisi media yang baik
untuk setiap sel atau jaringan. Jika komposisi media untuk suatu jenis tanaman
tertentu sudah pernah dilakukan uji coba oleh peneliti sebelumnya, maka kita
bisa langsung menggunakan dan
menerapkannya, tetapi jika belum maka perlu dilakukan percobaan sendiri dengan
system trial dan eror sampai dihasilkan media yang tepat untuk penanaman
eksplan tersebut.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh
kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalm kondisi
aseptic secara in vitro. Teknik ini dirincikan oleh kondisi kultur yang
aseptic, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan
ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan
pencahayannya terkontrol.
Berdasarkan bagian tanaman yang dikulturkan, secara
lebih spesifik terdapat beberapa tipe kultur, yaitu kultur kalus, kultur
suspense sel, kultur akar, kultur pucuk tunas, kultur embrio, kultur ovul,
kultur anter, dan kultur kuncup bunga. Namun, semua jenis kultur tersebut
sering disebut dalam istilah umum, yaitu kultur jarinagan.
Pelaksanaan kultur jaringan tanaman memerlukan sebuah
laboratorium ini berfungsi untuk mengondisikan kultur dalam suhu dan pencahayaan
terkontrol yang dilengkapi dengan alat dan bahan untuk pembuatan media,
penanaman, serta pemindahan kultur, yang harus dilakukan dalam keadaan steril.
Di samping sebuah laboratorium, kultur jaringan tanaman untuk memperbanyak
tanaman juga memerlukan rumah kaca memperbanyak tanaman juga memerlukan rumah
kaca untuk aklimatisasi plantlet dari botol-botol ke lingkungan eksternal.
Secara lebih lengkap, laboratorium dan peralatan yang dibutuhkan akan dibahas
dalam bab berikutnya.
Praktik kultur jaringan tanaman bermula dari
pembuktian sifat totipotensi (total
genetic potential) sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup
dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk
tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Teori ini
dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden pada tahun 1838. Para ahli botani dan
fisiologi tumbuhan telah melakukan berbagai penelitian untuk membuktikan teori
totipotensi, mencari kondisi yang sesuai untuk regenerasi sel menjadi organism utuh.
Gotlieb Haberlandt, ahli botani dari jerman dianggap sebagai pelopor dalam sejarah
perkembangan kultur jaringan tanaman. Dalam publikasinya pada tahun 1902,
Haberlandt mengemukakan bahwa sel tumbuhan yang diisolasi dan dikondisikan
dalam lingkungan yang sesuai akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang
lengkap. Namun percobaan untuk membuktikan idenya itu menemui kegagalan. Hal
ini diduga karena keterbatasan pengetahuan tentang hormon dan nutrisi tanaman
pada waktu itu.
Totipotensi sel berhasil dibuktikan pada pertengahan
sampai akhir tahun 1930-an. Setiap sel tumbuhan atau bagian kecil tanaman dapat
tumbuh dan berkembang menjadi individu tanaman baru yang lengkap. Penemuan ZPT
dan upaya pengembangan formulasi media berperan penting dalam menentukan
keberhasilan teknik kultur jaringan atau kultur in vitro secara umum.
Kemajuan dalam studi histology jaringan eksplan yang
mengalami organogenesis memungkinkan dijelaskannya fenomena totipotensi secara
lebih gamblang. Pada tahun 1984, Nair
dkk. Melakukan studi histology pada jaringan eksplan daun Annona squamosa Linn.
Yang dikulturkan dalam media inisiasi tunas secara bersekuen. Pengamatan
dilakukan pada hari ke-0, hari ke-20, dan berakhir pada hari ke-25, pada saat
mata tunas adventif mulia tumbuh. Studi tersebut menunjukkan bahwa primordial
mata tunas terbentuk dari satu sel atau sekumpulan sel eksplan. Fenomena serupa
juga terjadi pada pembentukan embrio somatic dan tunas adventif, yang dipercaya
berasal dari satu atau kumpulan beberapa sel eksplan.
Pada tahun 1940-an, para ahli fisiologi tumbuhan dari
Universitas Wisconsin di Amerika yang dipelopori oleh Folke Skoog menemukan
bahwa zat pengatur tumbuh auksin, yaitu
IAA (indoleacetic acid) dan
NAA (naphtaleneacetic acid) yang
sebelumnya sudah diketahui padat merangsang pembentukan akar pada setek,
ternyata juga dapat merangsang pertumbuhan sel in vitro, tetapi menghambat pembentukan mata tunas. Dengan
menggunakan system kultur jarinagan empulur batang tembakau, Skoog dan
mahasiswanya meneliti senyawa kimia yang dapat berinteraksi dengan auksin dan
mengatur organogenesis.
Pada tahun 1951, Skoog dkk. Menemukan bahwa senyawa
fosfat anorganik dan senyawa organik adenine atau adenosine dapat merangsang
pembentukan mata tunas. Pada tahun 1955, Carlos Miller dkk. (yang juga bekerja
dengan Skoog) menemukan kinetin, sesuatu penemuan pertama hormon golongan
sitokinin. Pada tahun 1957, Skoog dan Miller memublikasikan studi klasik
tentang hubungan antara sitokinin dan auksin dalam mengontrol pembentukan akar
dan tunas dalam kultur jaringan.
Selanjutnya, pada tahun 1962, Tashino Murashige dan
Folk e Skoog memublikasikan formulasi media MS (singkatan dari Murashige dan
Skoog) yang sampai sekarang terbukti cocok untuk kultur jaringan banyank
tanaman dan banyak digunakan di laboratorium kultur jaringan diseluruh dunia.
Kemajuan yang dicapai dalam meregenerasikan tanaman
secara in vitro, dari sel atau bagian
tanaman ternyata berdampak luas bagi kemajuan bidang pertanian. Aplikasi kultur
jaringan di bidang pertanian menurut Murashige (komunikasi personal) meliputi
hal sebagai berikut.
1.
Produksi tanaman bebas pathogen.
2.
Produksi bahan-bahan farmasi.
3.
Pelestarian plasma nutfah.
4.
Pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika.
5.
Perbanyakan klonal tanaman dengan cepat.
Penggunaan teknik kultur jaringan untuk memproduksi
tanaman bebas virus dimulai dengan penemuan Morel dan Martin pada tahun 1952
yang berhasil mendapatkan tanaman dahlia bebas virus dengan mengulturkan
meristem pucuk tanaman yang terinfeksi virus. Eksplan yang digunakan berukuran
sangat kecil (0,05-0,1 mm) dan hanya terdiri dari meristem besrta satu atau dua
primordial daun. Pada tanaman yang terinfeksi virus, pembelahan sel dalam
meristem lebih cepat dari pada perkembangan virus ke daerah tersebut, sehingga
jika meristem tersebut diisolasi, lalu dikulturkan secara in vitro tanaman yang dihasilakan sering terbebas dari virus.
Pada tahun 1970, Smith dan Murashige berhasil
mendapatkan tanaman bebas virus dari berbagai spesies tanaman. Pada tahun 1972,
untuk menghasilkan tanaman jeruk bebas virus dan viroid, Murashige dan
kelompoknya berhasil mengembangkan teknik sambung pucuk (shoot-tip grafting) in vitro
dengan meristem sebagai batang atas dan seedling aseptic yang tumbuh dari
embrio nuselar yang bebas infeksi virus sebagai batang bawah.
Dalam pemuliaan tanaman, teknik kultur jaringan dapat
digunakan untuk keperluan sebagai berikut.
1.
Menyimpan plasma nutfah dengan perlakuan suhu rendah (5-15
°C) dan menyimpan kultur secara kriyogenik (cryopreservation)
dengan fasilitas nitrogen cair.
2.
Menyelamatkan embiro, yaitu dengan mengulturkan embiro muda
secara in vitro.
3.
Memperbanyak klonal tanaman dari galur tetua yang ditunjukan
untuk produksi benih hibrida.
4.
Memproduksi tanaman haploid dengan kultur anter, polen atau
mikrospora, dan kultur ovul untuk menghasilkan tanaman haploid dan galur murni.
5.
Mendeteksi dan menginduksi keragaman somaklonal dalam kultur
sel, kalus embriogenik, dan tanaman regeneran dengan sistem seleksi yang
diarahkan untuk karakter agronomi tertentu.
6.
Memanipulasi kultur protoplas seperti fusi protoplas.
7.
Merekayasa genetic tanaman.
BAB
III
ALAT
DAN BAHAN
Alat antara lain:
a)
Timbangan analitik
Untuk menimbang zat kimia dan kultur kalus
b)
PH meter
Untuk mengatur pH medium. Perhatikan cara
kalibrasi, pengukuran pH dan membersihkan elektrodanya
c)
Autoclave
Adalah suatu alat untuk mensterilisasi dengan
menggunakan uap panas. Autoclave berfungsi untuk mensterilisasikan medium,
instrument dan alat gelas.
d)
Hot Plate
Untuk memenaskan medium atau membuat larutan stok
e)
Laminar Air Flow
Kotak beraliran udara steril untuk penanaman kultur
f)
Gelas kimia
g)
Botol stok
h)
Batang pengaduk
i)
Spatula
j)
Pinset
k)
Pembakar sepiritus
l)
Cawan petri
m)
Pot kecil
n)
Plastic
Sebagai penutup pot kecil pada aklimatisasi anggrek
dan sebagai bahan penunjang dalam praktikum yang lain
o)
Karet
Sebagai pengikat
Bahan antara lain:
a)
Senyawa kimia untuk medium dasar MS
·
Stok A
·
Stok B
·
Stok C
·
Stok D
b)
Zat pengtur tumbuh (NAA dan BAP)
c)
Akuades
d)
Larutan NaOH 1M dan Hcl 1M
e)
Agar-agar
Untuk pembuatan medium padat
f)
gula
g)
karbon aktif
untuk menyerap
zat-zat yang tidak bermanfaat
h)
Mata tunas pisang, embrio kelapa, meristem melinjo,
daun tembakau, dan tanaman anggrek
i)
Kaporit
j)
Bayclean
CARA KERJA
a)
Pembuatan Media
Media merupakan faktor penentu
dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan
tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan
biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu,
diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur
tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media
yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf.
b)
Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan
eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering
digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
c)
Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa
segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril,
yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi
juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan
secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur
jaringan juga harus steril.
d)
Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan
memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini
dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan
gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan
diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu
kamar.
e)
Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan
akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan
dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun
jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna
putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
f)
Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan
memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan
secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup
digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit
karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama
penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit gen
BAB
IV
CARA
KERJA
4.1 Kultur Organogenesis Tembakau
4.1.1 Tujuan
Praktikum
1.
Mahasiswa mampu menginduksi
organogenesis dari daun tembakau
2.
Mahasiswa mampu mengamati hasil
kegiatan
3.
Mahasiswa mampu menganalisis
hasil kegiatan
4.1.2 Tinjauan
Pustaka
Tembakau
adalah termasuk tanaman yang perlu dibudi dayakan, serta merupakan tanaman yang
memiliki tingkat komoditi yang diminati oleh para petani. Namun dalam membudi
dayakan tanaman ini tidaklah mudah, dan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam
pertumbuhannya. Sehingga dibutuhkan teknik yang tepat yaitu yang dapat
memperbanyak tanaman dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang cepat, serta
agar dapat di hasilkan bibit tanaman yang bebas dari virus serta dari hama dan
penyakit yang umumnya menyerang pada tanaman tembakau. Melihat permasalahan di
atas, solusi yang tepat untuk memecahkan permasalahan di atas adalah teknik
perbanyakan dengan kultur jaringan. Karena apabila perbanyakan tanaman dengan
teknik kultur jaringan akan dihasilkan
bibit tanaman yang seragam, bebas dari hama penyakit, pertumbuhannya cepat
serta didapatkan tanaman dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang cepat.
Pelaksanaan kultur jaringan daun
tembakau dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pembuatan media kultur
2. Pemilihan bibit sebagai eksplan
3. Sterilisasi
4. Penanaman eksplan
5. Pengamatan eksplan
6. Subkultur, dan
7. Aklimatisasi
Dalam kultur jaringan daun tembakau
dalam pemilihan daun tembakau sebagai eksplan hendaknya memilih daun yang tidak
terkena penyakit ataupun terserang oleh virus mozaik, karena bila hal tersebut
terjadi dimungkinkan keturunan hasil kultur juga akan terkena virus seperti
induknya. Untuk memilih daun tembakau hendaknya memilih daun sehat dan terletak
ditengah (di antara daun yang paling atas dan daun yang terletak paling bawah),
pemilihan daun tersebut bertujuan daunyang digunakan tidak terlalu tua dan
tidak terlalu muda sehingga dalam proses strerilisasi daun tersebut tidak mati
sebelum bakteri yang ada di daun tersebut mati (suryowinoto,1977)
Dalam
pembudi dayaan tanaman tembakau dengan teknik kultur jaringan, di perlukan
persiapan yang matang baik berupa persiapan bahan yang akan digunakan sebagai
sumber eksplan, maupun alat serta ruang kultur. Selain itu media yang digunakan
juga harus sesuai, dan tidak lepas dari zat pengatur tumbuh. Zat pengatur
tumbuh yang sering digunakan dalam kultur organogenesis tembakau adalah auksin
dan sitokinin. Auksin yang dipakai disini adalah auksin sintetik yaitu berupa
NAA (asam naftalen asetat) dan sitokinin yang digunakan juga sitokinin sintetik
yaitu BAP (benzilaminopurin).
Tembakau
yang sering kita kenal sebagai tanaman sumber penyakit, karena kandungan
nikotin di dalamnya ternyata memiliki manfaat dibalik semua persepsi itu. .
Menurut penelitian, tembakau bisa digunakan sebagai reaktor penghasil protein
Growth Colony Stimulating Factor (GCSF), suatu hormon yang sangat penting dalam
menstimulasi produksi darah.
Adapun
hama dan penyakit yang umumnya menyerang tanaman tembakau adalah sebagai
berikut:
HAMA
a.
Ulat Grayak ( Spodoptera litura )
Gejala : berupa lubang-lubang tidak beraturan dan berwarna putih pada luka
bekas gigitan. Pengendalian: Pangkas dan bakar sarang telur dan ulat,
penggenangan sesaat pada pagi/sore hari , semprot Natural VITURA
b.
Ulat Tanah ( Agrotis ypsilon ) Gejala
: daun terserang berlubang-lubang terutama daun muda sehingga tangkai daun
rebah. Pengendalian: pangkas daun sarang telur/ulat, penggenangan sesaat,
semprot PESTONA.
c.
Ulat penggerek pucuk ( Heliothis sp. )
Gejala: daun pucuk tanaman terserang berlubang-lubang dan habis. Pengendalian:
kumpulkan dan musnah telur / ulat, sanitasi kebun, semprot PESTONA.
d.
Nematoda ( Meloydogyne sp. )
Gejala : bagian akar tanaman tampak bisul-bisul bulat, tanaman kerdil, layu,
daun berguguran dan akhirnya mati. Pengendalian: sanitasi kebun, pemberian GLIO
diawal tanam, PESTONA
e.
Kutu – kutuan ( Aphis Sp, Thrips sp,
Bemisia sp.) pembawa penyakit yang disebabkan virus. Pengendalian:
predator Koksinelid, Natural BVR.
f.
Hama lainnya Gangsir (Gryllus mitratus
), jangkrik (Brachytrypes portentosus), orong-orong (Gryllotalpa
africana), semut geni (Solenopsis geminata), belalang banci (Engytarus tenuis).
Penyakit
a.
Hangus batang ( damping off )
Penyebab : jamur Rhizoctonia solani. Gejala: batang tanaman yang terinfeksi
akan mengering dan berwarna coklat sampai hitam seperti terbakar. Pengendalian
: cabut tanaman yang terserang dan bakar, pencegahan awal dengan Natural GLIO.
b.
Lanas Penyebab : Phytophora
parasitica var. nicotinae. Gejala: timbul bercak-bercak pada daun berwarna
kelabu yang akan meluas, pada batang, terserang akan lemas dan menggantung lalu
layu dan mati. Pengendalian: cabut tanaman yang terserang dan bakar, semprotkan
Natural GLIO.
c.
Patik daun Penyebab : jamur
Cercospora nicotianae. Gejala: di atas daun terdapat bercak bulat putih hingga
coklat, bagian daun yang terserang menjadi rapuh dan mudah robek. Pengendalian:
desinfeksi bibit, renggangkan jarak tanam, olah tanah intensif, gunakan air
bersih, bongkar dan bakar tanaman terserang, semprot Natural GLIO.
d.
Bercak coklat Penyebab : jamur
Alternaria longipes. Gejala: timbul bercak-bercak coklat, selain tanaman dewasa
penyakit ini juga menyerang tanaman di persemaian. Jamur juga menyerang batang
dan biji. Pengendalian: mencabut dan membakar tanaman yang terserang.
e.
Busuk daun Penyebab : bakteri
Sclerotium rolfsii. Gejala: mirip dengan lanas namun daun membusuk, akarnya
bila diteliti diselubungi oleh massa cendawan. Pengendalian: cabut dan bakar
tanaman terserang, semprot Natural GLIO.
f.
Penyakit Virus Penyebab: virus
mozaik (Tobacco Virus Mozaic, (TVM), Kerupuk (Krul), Pseudomozaik, Marmer,
Mozaik ketimu (Cucumber Mozaic Virus). Gejala: pertumbuhan tanaman menjadi
lambat. Pengendalian: menjaga sanitasi kebun, tanaman yang terinfeksi di cabut
dan dibakar.
4.1.3 Alat dan Bahan
·
Cawan petri 2 buah ( 1 pakai
kertas saring)
·
Botol kultur 2 buah ( 1 isi
aquades, 1 kosong untuk tempat alcohol pereendam pinet)
·
Pinset, scalpel, blade
·
Lampu spitrus
·
Botol semprot isi alcohol 70%
·
Korek api
·
Kapas
·
Medium tembakau
·
Lamina air flow
·
Kultur tembakau
Catatan
·
Semua alat dan bahan disiapkan
untuk setiap orang
·
No. 1-5 disterilkan dengan
autoklaf
4.1.4 Cara Kerja
1. Mengambil daun
tembakau, dan memotong daun tersebut berukuran sekitar 1 cm kemudian
menyeterilkan dengan alcohol 70% dan menggunakan latutan kalsium hipoklorida
1.75 % selama 15 menit.
2. Dun tembakau
seteril kemudian memotong- motong berukuran sekitar 1 cm²
3. Meletakan eksplan
tersebut ke medium organogenesis dengan setiap botol ditanami 2 daun. Cara
meletakan eksplan dilakukan pada posisi terbalik
4. Kultur dipelihara
diruang kultur dengan suhu ruang 23-26°C dan pencahayaan terus menerus
5. Pengamatan
dilakukan selama 3 minggu. Mengamati pertumbuhan kalus, pucuk dan akar setiap
minggu dan mencatat hasilnya dalam tabel.
4.1.5 Hasil PraktiKUM
No
|
Media
|
Minggu 1
|
Minggu 2
|
Minggu 3
|
Minggu 4
|
1
|
B0N0
|
D
|
D
|
D
|
D
|
2
|
B6N0
|
D
|
C
|
B
|
B
|
3
|
B0N5
|
D
|
D
|
D
|
B
|
4
|
B6N6
|
D
|
C
|
C
|
C
|
5
|
B0N7
|
D
|
D
|
E
|
E
|
6
|
B5N6
|
D
|
D
|
D
|
D
|
7
|
B5N0
|
D
|
D
|
B
|
A
|
8
|
B5N5
|
D
|
C
|
C
|
C
|
9
|
B6N5
|
D
|
D
|
C
|
C
|
Keterangan
Keterangan :
A : Tumbuh akar
B : Tumbuh tunas
C : Tumbuh kalus
D : Hidup tapi tidak tumbuh
E : Kontaminasi jamur
F : Kontaminasi bakteri
PENGAMATAN
MINGGU KE 4
pPengamatan 4 minggu
4.1.6 Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan mengenai
organogenesis tembakau, medium yang digunakan sangat bervariasi. Pada medium
yang digunakan hanya ada 8 medium yang tumbuh sedangkan medium yang LAIN
terkontaminasi. Pada medium yang mengalami kontaminasi yaitu B0N7 tidak bisa
dijelaskan secara tepat, karena banyak faktor yang bisa menyebabkan kontaminasi
tersebut, adapun faktor – faktor tersebut yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari tanaman sumber
eksplan, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar
tanaman sumber eksplan seperti kecerobohan praktikan, ketidak sterilan
peralatan yang digunakan, serta medium yang tidak sesuai dan tanaman sumber
eksplan yang tidak steril. Namun pada praktikum pengulangan tidak terjadi
kontaminasi pada medium B57N7, yang sebelumya pada praktikum pertama telah
terjadi kontaminasi.
Komposisi zat pengatur tumbuh sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan perbanyakan tanaman dengan teknik kultur
jaringan. Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam medium kultur
organogenesis tembakau adalah auksin dan sitokinin. Adapun pengaruh dari penggunaan
komposisi zat pengatur tumbuh stersebut adalah:
1. Auksin > sitokinin maka akan
tumbuh akar
2. Auksin < sitokinin maka akan
tumbuh tunas
3. Auksin = sitokinin maka akan
tumbuh kalus
Namun dalam pemberian komposisi yang
demikian bisa saja bagian yang akan tumbuh tidak sesuai dengan ketentuan di
atas, karena bisa saja auksin maupun sitokinin tersebut berasal dari dalam
tanaman itu sendiri, dan tidak menutup kemungkinan kalau auksin maupun
sitokinin dalam tanaman lebih tinggi konsentrasinya ataupun lebih rendah dari
pada auksin dan sitokinin di lingkungan yang berasal dari medium yang
digunakan. Sitokinin yang digunakan adalah sitokinin sintetik yaitu BAP (
benzilaaminopurin) sedangkan auksin yang digunakan juga auksin sintetik yaitu
NAA (asam naftalen asetat).
Pada praktium tembakau ini, bagian tanaman
yang di gunakan untuk kultur adalah organ tanaman yang berupa daun. Kultur
organ adalah pemeliharaan organ tanaman seperti akar, pucuk dalam medium dan
lingkungan buatan yang steril. Kultur organ ini disebut dengan organogenesis
yaitu pembentukan organ melalui diferensiasi.
4.1.7
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Medium yang digunakan dalam
kultur organogenesis tembakau bervarisi, diantaranya yaitu: B0N0, B6N0 B0N5 B6N6 B0N7 B5N6 B5N0 B5N5 B6N5, Dan yang tidak terkontaminasi
yaitu media DAN semuanya tidak kontaminasi kecuali B0N7
2. Zat pengatur tumbuh yang
digunakan dalam kultur organogenesis tembakau adalah sitokinin yang berupa BAP
dan auksin yang berupa NAA. Pengaruh dari penggunaan komposisi zat pengatur
tumbuh stersebut adalah:
1. Auksin > sitokinin maka akan
tumbuh akar
2. Auksin < sitokinin maka akan
tumbuh tunas
3. Auksin = sitokinin maka akan
tumbuh kalus
3 Kultur organ adalah pemeliharaan
organ tanaman seperti akar, pucuk dalam medium dan lingkungan buatan yang
steril
4 Organogenesis adalah pembentukan
organ melalui deferensiasi
4.2 Kultur Tunas Pisang
4.2.1 Tujuan Praktikum
1.
Mahasiswa mampu melakukan
multiplikasi tunas pisang
2.
Mahasisw mampu mengamati dan
menganalisis hasil kultur tunas pisang
4.2.2 Tinjauan Pustaka
Tanaman pisang telah ada
sejak manusia
ada. Namun
saat itu
pisang masih
merupakan tanaman liar yang tidak dibudidayakan,
hal ini
disebabkan oleh karena
manusia pada
awal kebudayaan
hanya berperan
sebagai pengumpul
makanan dari
alam tanpa
perlu untuk
menanamnya kembali. Namun
setelah kebudayaan
pertanian menetap dimulai,
pisang termasuk
dalam golongan
tanaman pertama
yang dipelihara ( Suyanti dan
Supriyadi, 2008 ).
Di kalangan masyarakat
yang tinggal di kawasan
Asia Tenggara, diduga pisang
telah lama dimanfaatkan terutama bagian
tunas dan pelepahnya yang diolah sebagai
sayur. Sedangkan
pada saat
ini bagian-bagian lain dari
tanaman pisang
pun juga telah dimanfaatkan
( Suyanti dan Supriyadi,
2008 ).
Pisang merupakan tanaman
yang berasal dari Asia Tenggara
dan kini
tanaman pisang
telah menyebar
ke seluruh
dunia, termasuk
Indonesia. Buah pisang sangat
popular dan disukai oleh
semua lapisan
masyarakat. Pisang yang dikonsumsi
segar sebagai
buah meja
ini berasal
dari persilangan
alamiah antara
Musa acuminate dengan
Musa balbisiana yang kini turunannya
dikenal lebih
dari ratusan
jenis pisang,
yaitu pisang
meja, pisang
rebus ( olahan ), dan pisang
hias. Adapun
jenis dari
pisang meja
yang terkenal antara lain ambon
kuning, ambon
hijau ( ambon
lumut ), ambon putih
dan Cavendish ( Sunarjono, 2006 ).
Pisang
merupakan salah satu buah tropis yang penting, produksinya menempati urutan
ketiga setelah mangga dan jeruk . buah ini banyak digemari oleh masyarakat,
baik di dalam negri maupun luar negeri. Pisang dapat dikonsumsi
dalam bentuk segar sebagai buah meja atau konsumsi dalam bentuk gorengan, oleh
karena itu pisang dianggap sebagai komoditas penting sehingga ada lembaga dunia
yang mengurusi masalah pisang, yaitu Internasional Network for Improvment of
Banana and plantain (INIBAP).
Produksi
pisang di Indonesia rata-rata 3,2 juta ton per tahun
(tabel 1). Diperkirakan 1,5 juta ton di antaranya merupakan pisang meja untuk konsumsi segar. Bila diasumsikan sekitar 60% (120
juta) dari jumlah penduduk indonesia (200 juta) menyukai pisang maka konsumsi
pisang hanya 12,5 kg/orang/tahun atau 34,2 g/orang/hari. Padahal berat pisang
ambon kuning saja sekitar 100g. Ini berarti kemampuan penyediaan buah pisang
untuk konsumsi buah meja masih sangat kecil karena masih jauh di bawah berat
rata-rata buah pisang.
Pisang (Musa paradisiaca
L.) berasal dari hasil
silangan alamiah antara
Musa acuminata
dengan Musa
balbisiana, yang kini keturunannya
lebih dari
ratusan kultivar
pisang. Pisang
merupakan komoditas hasil
pertanian yang memiliki nilai
ekonomi tinggi,
dan menjadi
makanan pokok
bagi jutaan
penduduk di daerah
tropik Afrika.
Nilai nutrisi
pisang hampir
sama dengan
kentang kecuali
kadar proteinnya
yang lebih rendah. Di Indonesia pisang merupakan
tanaman buah
yang paling banyak dibudidayakan dan
dikonsumsi. Di Indonesia dijumpai berbagai
macam kultivar
pisang, beberapa
diantaranya adalah pisang
Ambon, Barangan,
Raja, Emas,
Susu, Kepok
dan Tanduk.
Dari berbagai macam kultivar
pisang tersebut
dapat dikelompokkan
menjadi 3, yakni pisang
meja, pisang
rebus ( pisang olahan ) dan
pisang hias.
Kultivar pisang yang relatif digemari
konsumen adalah pisang
Ambon, Raja
, Barangan, Emas, Susu,
Kepok dan
Tanduk.
4.2.3 Alat dan Bahan
·
Cawan petri 2 buah ( 1 pakai
kertas saring)
·
Botol kultur 2 buah ( 1 isi
aquades, 1 kosong untuk tempat alcohol pereendam pinet)
·
Pinset, scalpel, blade
·
Lampu spitrus
·
Botol semprot isi alcohol 70%
·
Korek api
·
Kapas
·
Medium induksi tunas pisang
·
Lamina air flow
Catatan
·
Semua alat dan bahan disiapkan
untuk setiap orang
·
No. 1-5 disterilkan dengan
autoklaf
4.2.4
Cara Kerja
1.
Melakukan seterilisasi tunas
pisang dengan cara mengambil mata tunas pisang, ambil bagian tunas yang masi
hidup sampai berukuraan sekitar 1 cm, kemudian mencuci bersih dengan air
mengalir, dilanjutkan dengan merendan dalam alqohol selama 5 menit.
2.
Menyeterilkan mata tunas
tersebut dengan cara merendam dalam larutan kalsium hipoklorida selama 60 menit
3.
Mengisolasi mata tunas sampai
berukuran 0,5 cm
4.
Menanam pada media induksi
tunas memelihara ditempat yang terang.
5.
Melakukan pengamatan setiap
minggu selama 4 minggu untuk mengetahui pertumbuhan tunas pisang.
4.2.5 Hasil
Praktikum
Medium
|
Minggu
ke-
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|
K5N7
|
Tunas
|
Tunas
|
kontaminasi
|
Kontaminasi
|
K55N7
|
Tunas
|
Tunas
|
kontaminasi
|
Kontaminasi
|
K4N7
|
Tunas
|
Tunas
|
Kontaminasi
|
Kontaminasi
|
4.3.6 Pembahasan
Pada
praktikum mengenai kultur tunas pisang, dimana kultur tunas ini merupakan jenis
kultur pucuk yaitu: pemeliharaan pucuk dalam medium dan lingkungan buatan yang
steril, dengan menggunakan media yang komposisi zat pengatur tumbuhnya yaitu MS
K5N7, K55N7, K4N7dan penanaman dilakukan
pada 3 buah pot, dan masing – masing pot di beri dua tunas pisang dengan
perlakuan yang sama yaitu menggunakan medium K5N7. Pada perlakuan dengan medium
K55N7 dan K4N7 , Selain itu pada pembuatan medium pisang juga ditambahkan
karbon, hal ini ditujukan agar racun – racun dan virus lain yang ada pada
pisang bisa terserap oleh karbon tersebut. Dikarenakan pada pisang
banyakmengandung senyawa fenol apa bila terpotong Serta untuk mencegah terjadinya browning,
beowning merupakan peristiwa berubahnya warna menjadi coklat akibat sel yang
terpotong mengeluarkan senyawa fenol jika teroksidasi menyebabkan selnya mati.
Peristiwa tersebut merupakan peristiwa pertahanan, sehingga diberi karbon aktif
agar tidak banyak sel yang mati pada tunas yang hendak ditanam, sehingga
kemungkinan terjadinya kontaminasi secara internal dapat dihindaari.
Pemberian auksin yang terlalu tinggi menyebabkan penghambatan
pertumbuhan mata tunas tersebut. Jika sumber auksin dihilangkan dengan jalan
memotong meristem apikal, maka tunas samping itu akan tumbuh menjadi tunas.
Selain itu auksin juga menyebabkan munculnya dominasi apikal, yaitu
penghambatan tunas samping akibat pertumbuhan tunas apeks.
Jadi dalam pembuatan medium kultur tunas pisang ini sebaiknya
komposisi antar zat pengatur tumbuhnya seimbang, yaitu antara BAP (sitokinin)
dengan NAA (auksin). Sehingga tanaman hasil kultur tersebut muncul tunas yang
baik. Jika komposisinya berselisih sebaiknya jangan terlalu tinggi perbedaan
komposisi antar zat pengtur tumbuh tersebut.
4.3.7 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Kultur tunas pisang merupakan
jenis kultur pucuk yaitu: pemeliharaan pucuk dalam medium dan lingkungan buatan
yang steril.
2.
Pada penanamannya di tanam pada
tiga buah pot, semua kontaminasi
3.
Dalam medium tunas pisang
ditambahkan karbon, tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya brown pada tunas
pisang serta untuk menyerap racun – racun pada tunas yang memungkinkan
terjadinya kontaminasi.
4.
Fungsi sitokinin dalam kultur
tunas pisang ini adalah merangsang pembelahan sel serta pembentukan dan
perbanyakan tunas aksilar dan adventif, sedangakan fungsi auksin apabila
pemberiaanya terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan mata tunas tersebut.
4.3 Kultur Meristem Melinjo
4.3.1
Tujuan Praktikum
a.
Mahasiswa mampu mengisolasi
meristim melinjo
b.
Mahasiswa mampu melakukan kultur meristim
melinjo
4.3.2
Tinjauan Pustaka
Melinjo
merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena semua bagian
dari melinjo dapat di manfaatkan. Selain itu melinjo juga adalah tanaman budi
daya dengan nilai ekonominya yang cukup tinggi. Namun, budi daya tanaman yang
mempunyai nama ilmiah Genentun genemon
ini mengalami beberapa kendala. Adapun kendala yang dihadapi dalam budi daya
tanaman ini salah satunya adalah mengenai perbanyakan tanaman. Teknik budi daya
yang sering digunakan oleh masyarakat awam untuk perbanyakan tanaman melinjo
adalah teknik konvensional, hal ini tidak lah efisien karena penyediaan bibit
melinjo secara generative memerlukan waktu yang lama. Untuk dapat berkecambah,
biji melinjo memerlukan waktu yang cukup lama yaitu antara 6-18 bulan.
Sedangkan teknik perbanyakan dengan cara vegetatif misalnya cangkok dan okulasi
kurang menghasilkan kulitas bibit yang bagus, serta kurang menghasilkan bibit
dalam jumlah yang banyak dan memerlukan waktu yang cukup lama.
Salah
satu cara yang tepat untuk mengatasi permasalahan mengenai budi daya
perbanyakan tanamam melinjo adalah perbanyakan dengan teknik kultur jaringan.
Perbanyakan dengan teknik seperti ini akan menghasilkan bibit dalam jumlah yang
banyak dan dengan waktu yang cepat. Selain itu bibit yang dihasilkan kualitas
dan kuantitasnya juga lebih baik. Pada praktikum yang kita lakukan adalah
perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan yang memanfaatkan meristem
melinjo sebagai sumber eksplan. Adapun tujuan dari praktikum yang dilakukan
adalah agar bisa membudi dayakan tanaman yang mempunyai nama ilmiah Genentum genemon ini.
Kultur
jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian
dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril,
yang kemudian ditumbuhkan pada media
buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang
aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
Kultur
jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan
meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri
dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan
vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue
culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga
diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Pada
praktikum kultur meristem melinjo, bagian yang digunakan adalah meristem pucuk
pada daun. Melinjo merupakan tanaman
yang perlu dibudidayakan karena manfaatnya yang sangat besar bagi
kehidupan.
4.3.3 Alat dan Bahan
1.
Cawan petri 2 buah ( 1 pake
kertas saring)
2.
Pinset, scalpel, blade
3.
Lampu spirtus
4.
Botol smprot isi alquhol 70%
5.
Korek api
6.
Kapas
7.
Medium induksi meristem melinjo
8.
Laminar air flow
4.3.4 Cara kerja
1.
Melakukan sterilisasi tunas
melinjo dengan cara mengambil tunas dan buang daun melinjo, kemudian mencuci
bersih dengan air mengalir, dilanjutkan dengan merendam dalam alcohol selama 5
menit.
2.
Menyeterilkan tunas tersebut
dengan cara merendam dalam larutan kalsium hipoklorida selama 15 menit.
3.
Mengisolasi meristem sampai
berukuran 1 mm
4.
Menanam pada media induksi
tunas dan pelihara di tempat yang terang
5.
Melakukan pengamatan setiap
minggu selama 4 minggu untuk mengetahui pertumbuhan tunas pisang.
4.3.5 Hasil Praktikum
NO
|
Media
|
Minggu 1
|
Minggu 2
|
Minggu 3
|
Minggu 4
|
1
|
B56N7
|
D
|
D
|
E
|
E
|
2
|
B56N7
|
D
|
D
|
B
|
B
|
|
A : Tumbuh akar
B : Tumbuh tunas
C : Tumbuh kalus
D : Hidup tapi tidak tumbuh
E : Kontaminasi jamur
F : Kontaminasi bakteri
4.3.6 Pembahasan
Pada
praktikum yang telah dilakukan mengenai perbanyakan tanaman dengan teknik
kultur jaringan yang menggunakan meristem pucuk daun sebagai eksplan, dapat
diketahui pengaruh dari medium yang digunakan. Kultur meristem adalah
pemeliharaan meristem dalam lingkungan buatan yang steril. Adapun medium yang
digunakan adalah B56N7, yaitu medium dengan komposisi BAP 5x dan NAA 1x. Pada praktikum sebelumnya didapatkan 2 tanamam tumbuh
NAA
merupakan senyawa auksin sintetik yang masuk dalam kelompok asam naftalen, dan
NAA ini adalah kelompok asam naftalen dengan nama asam naftalen asetat. Auksin
disintesis di bagian pucuk tanaman dan
akan diangkut ke seluruh bagian tanaman yang lain. Pada umumnya
pergerakan auksin adalah polar basipetal, yaitu dari ujung secara morfologi ke
bagian dasar secara morfologi. System kerja dari auksin adalah bekerja dari
atas ke bawah, sehingga auksin mempengaruhi pertumbuhan ke bawah. Akibatnya
jika hormone auksin lebih banyak komposisinya maka tanaman tersebut akan tumbuh
akar.
BAP
(Benzilaminopurin) merupakan senyawa sitokinin sintetik, yang merupakan Zat
pengatur tumbuh yang berperan sangat penting dalam pertumbuhan dan morfogenesis
pada kultur jaringan. Biosintesis sitokinin secara ilmiah terjadi pada jaringan
dan bagian-bagian lain yang bersifat meristematik atau mempunyai potensi untuk
tumbuh. Pada umumnya sitokinin disintesis di akar dan ditranslokasikan secara
akorpetal ke pucuk (Moore, 1989). Pengangkutan sitokinin yang bersifat
akropetal ini merupakan salah satu penyebab fenomena dominasi apical.
4.3.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil
praktikum serta pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Kultur meristem adalah
pemeliharaan meristem dalam lingkungan buatan yang steril.
2.
Medium yang digunakan dalam
praktek kultur meristem melinjo adalah B56N7, yaitu BAP 5x dan NAA 1x.
3.
Semua tanaman tumbuh dan steril
4.
NAA merupakan auksin sintetik
yang masuk dalam kelompok asam naftalen, yaitu asam naftalen asetat.
5.
BAP merupakan sitokinin
sintetik yang merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan sangat penting dalam
pertumbuhan dan morfogenesis kultur jaringan.
4.4 Aklimatisasi anggrek
4.4.1
Tujuan Praktikem
Mahasiswa mampu mengaklimatisasikan tanaman anggrek hasil
kultur jaringan ke tanah siap dipelihara secara tradisional
4.4.2
Tinjauan Pustaka
Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki flora dan fauna yang tersebar di
berbagai wilayah Indonesia, dan tanaman Anggrek merupakan salah satu kekayaan
Alam Indonesia yang patut dipelihara. Anggrek alam (spesies) yang tumbuh
dihutan kita, biasa kita kenal dengan anggrek spesies. Anggrek spesias ini
mendapat ancaman alam seperti api dan
kemarau serta ancaman yang berasal dari
manusia yang merambah dari lingkungan aslinya. Sehingga perlu dilakukan
usaha-usaha untuk melestarikan anggrek tersebut di dalam lingkungan atau diluar
lingkunganya agar anggrek tersebut tidak punah dan masih bisa dinikmati oleh
anak cucu kita mendatang.
Dalam
usaha untuk melestarikan anggrek spesies diluar lingkungan banyak mengalami
permasalahan yaitu membuat lingkungan yang mirip dengan tempat asli anggrek
spesies berasal. Supaya anggrek tersebut dapat hidup seperti pada habitat
aslinya. Namun pembuatan lingkungan yang sama dengan habitat asli anngrek,
tidak lah mudah dan banyak sekali menemukan permasalahan. Adapun beberapa
faktor lingkungan yang dominan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman anggrek
tersebut diantaranya adalah kelembaban, temperatur udara, intensitas cahaya dan
lain-lain
Permasalahan
yang saat ini muncul adalah bagaimana melakukan aklimatisasi anggrek tetapi
tidak merubah kondisi lingkungan anggrek tersebut atau menyesuaikan kondisi
lingkungan anggrek seperti pada kondisi habitatnya di alam. Hal ini di
maksudkan agar anggrek tidak setres atau shock dengan kondisi yang dibuat oleh
kita, sehingga anggrek dapat tumbuh baik seperti pada kondisi alammya.
Sementara itu hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan pengembangan dan
pemanfaatan anggrek spesies, khususnya yang berkaitan dengan teknologi kultur
jaringan. Tidak dipungkiri bahwa metode terbaik hingga saat ini dalam
pelestarian dan perbanyakan anggrek adalah dengan kultur jaringan, karena
melalui kultur jaringan banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan dengan
metode konvensional.
Anggrek
adalah tanaman yang terkenal akan keindahan bunganya, sehingga tanaman anggrek
mempunyai nilai ekonomi dan estetika yang tinggi. Indonesia mempunyai sekitar
5000 jenis anggrek alam dari sekitar 25.000-30.000 jenis yang ada di dunia.
Melihat aspek teknologi yang sedang berkembang, teknik kultur jaringan menjadi
salah satu alternanif sebagai upaya pelestarian dan produksi anggrek alam di
Indonesia, sehingga kita dapat menikmati keindahan pesona anggrek alam
Indonesia tanpa harus merusak lingkungan atau bahkan membuat kita kehilangan sumber
plasma nutfah yang berharga. Kultur jaringan merupakan teknologi yang tepat
untuk melestarikan spesies anggrek, karena teknik ini dapat memperbanyak
tanaman dalam waktu yang cepat, serta dapat menentukan media yang tepat bagi
pertumbuhan anggrek ketika dikulturkan, agar kondisi alam yang sesungguhnya
dapat di rasakan oleh tanaman anggrek. Selanjutnya dari hasil kultur tanaman
anggrek, kemudian dilakukan aklimatisasi.
Aklimatisasi
adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng atau
media tanah. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan
memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar
dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan
terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi
dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan
pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit
generatif. Aklimatisasi
atau penyesuaian terhadap lingkungan baru dari lingkungan yang
terkendali atau lingkungan ketika masih dalam media kultur ke lingkungan yang
relatih berubah atau lingkungan luar. Bibit anggrek hasil perbanyakan secara in
vitro membutuhkan proses adaptasi sebelum tumbuh besar menjadi tanaman.
Beberapa
gambaran dan potensi yang bisa dimunculkan dalam kultur jaringan diantaranya
adalah:
·
Kultur meristem, dapat
menghasilkan anggrek yang bebas virus,sehingga sangat tepat digunakan pada
tanaman anggrek spesies langka yang telah terinfeksi oleh hama penyakit,
termasuk virus.
·
Kultur anther, bisa
menghasilkan anggrek dengan genetik haploid (1n), sehingga bentuknya lebih
kecil jika dibandingkan dengan anggrek diploid (2n). Dengan demikian sangat
dimungkinkan untuk menghasilkan tanaman anggrek mini, selain itu dengan kultur
anther berpeluang memunculkan sifat resesif unggul yang pada kondisi normal
tidak akan muncul karena tertutup oleh yang dominan.
·
Dengan tekhnik poliploid
dimungkinkan untuk mendapatkan tanaman anggrek ‘giant’ atau besar. Tekhnik ini
salah satunya dengan memberikan induksi bahan kimia yang bersifat menghambat
(cholchicine)
·
Kloning, tekhnik ini
memungkinkan untuk dihasilkan anggrek dengan jumlah banyak dan seragam,
khususnya untuk jenis anggrek bunga potong. Sebagian penganggrek telah mampu
melakukan tekhnik ini.
·
Mutasi, secara alami mutasi
sangat sulit terjadi. Beberapa literatur peluangnya 1 : 100 000 000. Dengan
memberikan induksi tertentu melalui kultur jaringan hal tersebut lebih mudah
untuk diatur. Tanaman yang mengalami mutasi permanen biasanya memiliki nilai
ekonomis yang sangat tinggi
·
Bank plasma, dengan
meminimalkan pertumbuhan secara ‘in-vitro’ kita bisa mengoleksi tanaman anggrek
langka tanpa harus memiliki lahan yang luas dan perawatan intensif. Baik untuk
spesies langka Indonesia maupun dari luar negeri untuk menjaga keaslian genetis
yang sangat penting dalam proses pemuliaan anggrek.
4.4.3 Alat dan Bahan
·
Cawan petri
·
Pinset
·
pot / gelas plastic
·
baki plastic
·
sungkup / kantong plastik
·
Karet
·
Fungisidal
·
Pengaduk
·
Hand sprayer berisi air matang
·
Planlet
·
Mediu batang pakis
4.4.4 Cara kerja
1.
Memotong kecil – kecil batang
pakis dan memasukan kedalam kantong kain, kemudia di sterilkan
2.
Satu hari kemudian, memasukan
bahan medium ke dalam pot
3.
Mencuci plantlet dengan air
mengalir,hindari adanya perlukaan pada plantlet
4.
Merenda plantlet dalam larutan
fungisidal 2 gr selama 15 menit
5.
Menyiram pot dengan air
6.
Menanam plantlet dalam pot
7.
Menutup pot dengan kantong
plastic
8.
Meletakan pot pada baki berisi
air
9.
Mengamati setiap hari, secara
bertahap membuka sungku dengan cara dilubangi. Setelah 10-14 hari, membuka
sungkup
10.
Bila ada tanda- tanda layu,
sungkup dapat memasang sungkup kembali
4.5.5 hasil Praktikum
Hasil
praktikum aklimatisasi anggrek
Minggu ke
|
Pengamatan
|
Hari pertama
|
Persiapan
Ø Memilih anggrek yang akan ditanam dari botol kultur
Ø Mencuci bibit anggrek dengan air mengalir sampai bersih
Penanaman
Ø Menyiapkan media tanam (pot) yang diisi dengan campuran akar pakis
haji, serbuk kayu, dan arang sekam
Ø Menanam anggrek yang sudah dicuci bersih pada media yang telah di
siapkan
Ø Menutup bagian atas pot dengan plastic sampai rapat dan di ikat
dengan karet gelang
Ø Meletakan pot yang telah di tamami anggrek ke baki yang telah
diisi air
Ø Mengamati pertumbuhan dan perkmbangannya
|
Minggu ke-1
|
Ø Pot 1 & 2 : daunnya mulai tumbuh dan berwarna hijau
|
Minggu ke-2
|
Ø Memotong kedua sisi sungkup plastik
Ø Pot 1 & 2 : daunnya mulai tumbuh dan berwarna hijau
|
Minggu ke-3
|
Ø Pot 1& 2 : tumbuh dan daunnya berwarna hijau
|
Minggu ke-4
|
Ø Membuka plastic penutup
Ø Pot1 & 2 : tumbuh subur dan daunnya berwarna hijau
|
Minggu ke-5
|
Ø Pot 1 tngginya 1,1 cm
Ø Pot 2 tingginya 1,4 cm
|
Minggu ke-6
|
Ø Pot 1 tingginya 1,4 cm
Ø Pot 2 tingginya 1,8 cm
|
Gambar hasil
4.4.6 Pembahasan
Aklimatisasi
merupakan pemindahan tanamaan hasil kultur ke media lain. namun dalam
pemindahan tanaman anggrek hasil kultur jaringan tidak dapat dipindahkan secara
langsung ke media tanah, tetapi biasanya harus di sub kultur atau dipindah ke
media lain terlebih dahulu untuh penyesuaian diri tanaman anggrek hasil kultur
jaringan dengan lingkungan yang baru karena kondisi lingkungan luar sangatlah
berbeda dengan kondisi didalam media kultur jaringan. Agar tanaman anggrek
dapat hidup, langkah awal yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu menindahkan tanaman anggrek dari media kultur jaringan ke
media baru yaitu media yang terdiri dari akar tanaman pakis dan moos yang
kemudian ditambahkan vitamin. Adapun media pakis yang digunakan adalah batang
pakis hitam karena lebih mudah mengikat airdan mudah ditembus olehakar tanaman
anggrek karena memiliki aeresi dan draenasi yang baik, selain itu juga
mempunyai struktur yang lunak. Penyiraman vitamin dilakukan untukanggrek tidak
kekurangan makanan karena sebelumnya dalam media kultur, zat yang dibutuhkan oleh
tanaman anggrek sudah disiapkan namun setelah berpindah media tanaman harus
mencari sendiri zat- zat yang dibutuhkan. Anggrek merupakan tanaman yang
menempel pada media atau tanaman lain sehingga tanaman anggrek tersebut tidak
dapat langsung menyerap atau membuat
makanan sendiri dengan menyerap nutrisi yang ada pada media aklimatisasi. Pada percobaan aklimatisasi anggrek kali ini
dapat dikatakan berhasil karena tanaman anggrek hasil kultur jaringan yang
ditanam pada pot dapat hidup di lingkungan yang baru. Pada awal aklimatisasi
tanaman anggrek pada pot di tutup dengan menggunakan plastic bertujuan untuk
proses adaptasi anggrek dengan lingkungan barunya untuk masuki lingkungan luar.
Dan selanjutnya setelah 2 minggu kedua ujung plastic penutup diberi lubang
merupakan tahap awal tanaman anggrek ini dari lingkungan non aseptic.
Selanjutnya pada minggu bertikutnya tutup plastic dibuka semua dan tanaman
anggrek masih dapat bertahan hihup namun pada pot 1 yang ditanami 2 tanaman
anggrek yang satu mati hal ini disebabkan karena tanaman tersebut tidak dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Selain itu juga dapat pula disebabkan karena tanaman
anggrek hasil kultur yang di tanam terlalu kecil sehingga belum mampu bertahan
hidup lebih lama lagi.
Factor
lain yang juga mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi anggrek yaitu kestabilan
suhu dan kelembaban lingkungan tanaman anggrek agar keadaannya mendekati
lingkungan media kultur yang sebelumnya atau menjaga agar tidak terjadi
perubahan suhu yang sangat drastic.
4.4.7 Kesimpulan
Dari hasil pengamatanyang dilakukan maka dapat diketahui bahwa:
·
Anggrek hasil kultur ( anakan
anggrek) dari lingkungan aseptic ini mampu bertahan hidup setelah ditanam pada
lingkungan non aseptic.
·
Ada salah satu tanaman yang
mati setelah dibukanya plastic penutup dikarenakan tanamannya terlalu kecil dan
tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang barunya.
·
Dalam aklimati sasi, kestabilan
suhu lingkungan dan kelembaban sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan aklimatisasi karena perbedaan suhu yang
sangat drastic menjadikan tanaman sulit beradaptasi.
·
Media yang digunakan dalam
aklimatisasi sudah tepat menggunakan akar batang pakis hitan karena lebih mudah
mengikat air dan mudah ditembus akar anggrek dan memiliki aeresi dan draenasi
baik yang mempunyai struktur lunak
BAB
V
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil serta pembahasan praktikum,
maka dapat disimpulkan semuanya yaitu:
1.
Kultur jaringan bila diartikan
ke dalam bahasa Jerman disebut Gewebe kultur atau tissue culture (Inggris) atau
weefsel kweek atau weefsel cultuur (Belanda). Kultur jaringan atau budidaya in
vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media
buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang
aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
2.
Manfaat kultur jaringan:
1. Pengadaan bibit tidak tergantung
musim
2. Bibit dapat diproduksi dalam
jumlah banyak dengan waktu yang relative cepat
3. Bibit yang dihasilkan seragam
4. Bibit yang dihasilkan bebas dari
penyakit
5. Biyaya pengangkutan bibit
relative lebih murah dan mudah
6. Dalam proses pembibitan bebas
dari gangguan hama dan penyakit dan faktof eksternal.
3. Zat pengatur tumbuh yang
digunakan dalam kultur jaringan adalah
sitokinin yang berupa BAP dan auksin yang berupa NAA. Pengaruh dari penggunaan
komposisi zat pengatur tumbuh stersebut adalah:
1. Auksin > sitokinin maka akan
tumbuh akar
2. Auksin < sitokinin maka akan
tumbuh tunas
3. Auksin = sitokinin maka akan
tumbuh kalus
4. Kultur organ adalah pemeliharaan
organ tanaman seperti akar, pucuk dalam medium dan lingkungan buatan yang
steril
5. Organogenesis adalah pembentukan
organ melalui deferensiasi
6. Kultur embrio adalah pemeliharaan
embrio dalam medium dan lingkungan buatan yang steril
7. Kultur meristem adalah
pemeliharaan meristem dalam lingkungan buatan yang steril
8. Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan
aseptic ke bedeng atau media tanah.
9.
Faktor factor yang mempengaruhi
keberhasilan kultur jaringan yaitu:
Ø Bahan eksplan
Ø Sterilisasi bahan eksplan
Ø Zat pengatur tumbuh
·
Auksin
·
Sitokinin
·
Giberalin
·
Asam absiat
·
Etilen
Ø Lingkungan kultur
Ø Keberuntungan karena walaau pun sudah diulang ulang berapa kali
kalau belum beruntung belum akan tumbuh juga
DAFTAR PUSTAKA
Daisip.sriyanti.1994. Teknik
Kultur Jaringan. Kanisus: Djogyakarta
Sisunandar,Ph.D.2010.Petunjuk
Praktikum Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan. UMP: Purwokerto
Sulkarnain.2009.Kuljar Tanaman Solusi Perbanyak Tanaman
Budi Daya.Bumi aksara: Jakarta.
Suryowinoto.1996. Pemuliaan
Tanaman Secara In Vitro. Kanisiur: Djogjakarta
Yusnita . 2003. Kutur
Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agro Media Pustaka;
Jakarta .
2 comments:
Indonesia Bebas Internet
Fungsi Keanekaragaman Hayati
Fungsi Jaringan Tumbuhan
oke makasih telah berkunjung
Post a Comment