Friday, May 24, 2013

laporan kurtur jaringan tumbuhan


LAPORAN PRAKTIKUM
KULTUR JARINGAN









Disusun Oleh :
Wildan Ahid Mujamal
1101070039






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2013
BAB 1
PEMDAHULUAN

Di zaman yang modern ini, untuk dapat membudi dayakan tanaman sehingga dihasilkan jenis tanaman dengan kualitas dan kuantitas yang baik tidaklah mudah. Untuk mendapatkan jenis tanaman dengan  kualitas dan kuantitas demikian, dibutuhkan teknik penanaman yang mampu melipat gandakan sel dan jaringan yang berasal dari satu sel induk yang kemudian ditumbuhkan menjadi sejumlah besar tanaman yang sempurna. Penggunaan teknologi yang modern sangat dibutuhkan dalam teknik penanaman seperti ini, propagasi secara in-vitro memegang peranan penting di bidang teknologi bercocock tanam yang modern. Propagasi secara in-vitro ini biasa dikenal dengan kultur jaringan.

Kultur jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut Gewebe kultur atau tissue culture (Inggris) atau weefsel kweek atau weefsel cultuur (Belanda). Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
Teknik Kultur Jaringan adalah mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, jaringan dan sel  serta menumbuhkan bagian-bagian tanaman tersebut dalam sebuah media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan dalam teknik kultur jaringan tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman yang sesuai dengan yang dikehendaki. Teknik kultur jaringan sangat penting bagi Negara yang sedang berkembang untuk dapat meningkatkan produktivitas pertanian, karena teknik kultur jaringan ini dapat menghasilkan varietas jenis tanaman baru dalam jumlah banyak dengan waktu yang relative cepat. Selain itu varietas jenis tanaman yang dihasilkan kualitas dan kuantitasnya juga lebih baik dari pada tanaman yang diperbanyak dengan teknik konvensional yang dilakukan oleh para petani kecil.
Setiap sel tumbuhan (akar, batang, daun, pucuk, mersitem) mempunyai peluang untuk tumbuh menjadi satu individu. Kemampuan tumbuhan yang demikian ini disebut totipotensi (Total Genetik Potensi) tergantung teknik formulasi media dan hormon yang dibutuhkan oleh tumbuhan tersebut. Formulasi serta kebutuhan  hormone untuk batang, akar, daun, pucuk dan meristem akan berbeda satu dengan yang lainnya. Pucuk merupakan jaringan yang sering dijadikan eksplan untuk inisiasi karena relativ mudah untuk tumbuh dibandingkan dengan bagian tumbuhan yang lain. Komposisi media dan hormon perlu dilakukan percobaan secara berulang-ulang pada  masing-masing perlakuan yang dikehendaki sampai ditemukan komposisi media yang tepat, sesuai dengan kondisi tanaman,  sehingga dihasilkan komposisi media  yang baik untuk setiap sel atau jaringan. Jika komposisi media untuk suatu jenis tanaman tertentu sudah pernah dilakukan uji coba oleh peneliti sebelumnya, maka kita bisa langsung menggunakan  dan menerapkannya, tetapi jika belum maka perlu dilakukan percobaan sendiri dengan system trial dan eror sampai dihasilkan media yang tepat untuk penanaman eksplan tersebut.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalm kondisi aseptic secara in vitro. Teknik ini dirincikan oleh kondisi kultur yang aseptic, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayannya terkontrol.
Berdasarkan bagian tanaman yang dikulturkan, secara lebih spesifik terdapat beberapa tipe kultur, yaitu kultur kalus, kultur suspense sel, kultur akar, kultur pucuk tunas, kultur embrio, kultur ovul, kultur anter, dan kultur kuncup bunga. Namun, semua jenis kultur tersebut sering disebut dalam istilah umum, yaitu kultur jarinagan.
Pelaksanaan kultur jaringan tanaman memerlukan sebuah laboratorium ini berfungsi untuk mengondisikan kultur dalam suhu dan pencahayaan terkontrol yang dilengkapi dengan alat dan bahan untuk pembuatan media, penanaman, serta pemindahan kultur, yang harus dilakukan dalam keadaan steril. Di samping sebuah laboratorium, kultur jaringan tanaman untuk memperbanyak tanaman juga memerlukan rumah kaca memperbanyak tanaman juga memerlukan rumah kaca untuk aklimatisasi plantlet dari botol-botol ke lingkungan eksternal. Secara lebih lengkap, laboratorium dan peralatan yang dibutuhkan akan dibahas dalam bab berikutnya.
Praktik kultur jaringan tanaman bermula dari pembuktian sifat totipotensi (total genetic potential) sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Teori ini dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden pada tahun 1838. Para ahli botani dan fisiologi tumbuhan telah melakukan berbagai penelitian untuk membuktikan teori totipotensi, mencari kondisi yang sesuai untuk regenerasi sel menjadi organism utuh.
Gotlieb Haberlandt, ahli botani dari jerman  dianggap sebagai pelopor dalam sejarah perkembangan kultur jaringan tanaman. Dalam publikasinya pada tahun 1902, Haberlandt mengemukakan bahwa sel tumbuhan yang diisolasi dan dikondisikan dalam lingkungan yang sesuai akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang lengkap. Namun percobaan untuk membuktikan idenya itu menemui kegagalan. Hal ini diduga karena keterbatasan pengetahuan tentang hormon dan nutrisi tanaman pada waktu itu.
Totipotensi sel berhasil dibuktikan pada pertengahan sampai akhir tahun 1930-an. Setiap sel tumbuhan atau bagian kecil tanaman dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu tanaman baru yang lengkap. Penemuan ZPT dan upaya pengembangan formulasi media berperan penting dalam menentukan keberhasilan teknik kultur jaringan atau kultur in vitro secara umum.
Kemajuan dalam studi histology jaringan eksplan yang mengalami organogenesis memungkinkan dijelaskannya fenomena totipotensi secara lebih  gamblang. Pada tahun 1984, Nair dkk. Melakukan studi histology pada jaringan eksplan daun Annona squamosa Linn. Yang dikulturkan dalam media inisiasi tunas secara bersekuen. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, hari ke-20, dan berakhir pada hari ke-25, pada saat mata tunas adventif mulia tumbuh. Studi tersebut menunjukkan bahwa primordial mata tunas terbentuk dari satu sel atau sekumpulan sel eksplan. Fenomena serupa juga terjadi pada pembentukan embrio somatic dan tunas adventif, yang dipercaya berasal dari satu atau kumpulan beberapa sel eksplan.
Pada tahun 1940-an, para ahli fisiologi tumbuhan dari Universitas Wisconsin di Amerika yang dipelopori oleh Folke Skoog menemukan bahwa zat pengatur tumbuh auksin, yaitu  IAA (indoleacetic acid) dan NAA (naphtaleneacetic acid) yang sebelumnya sudah diketahui padat merangsang pembentukan akar pada setek, ternyata juga dapat merangsang pertumbuhan sel in vitro, tetapi menghambat pembentukan mata tunas. Dengan menggunakan system kultur jarinagan empulur batang tembakau, Skoog dan mahasiswanya meneliti senyawa kimia yang dapat berinteraksi dengan auksin dan mengatur organogenesis.
Pada tahun 1951, Skoog dkk. Menemukan bahwa senyawa fosfat anorganik dan senyawa organik adenine atau adenosine dapat merangsang pembentukan mata tunas. Pada tahun 1955, Carlos Miller dkk. (yang juga bekerja dengan Skoog) menemukan kinetin, sesuatu penemuan pertama hormon golongan sitokinin. Pada tahun 1957, Skoog dan Miller memublikasikan studi klasik tentang hubungan antara sitokinin dan auksin dalam mengontrol pembentukan akar dan tunas dalam kultur jaringan.
Selanjutnya, pada tahun 1962, Tashino Murashige dan Folk e Skoog memublikasikan formulasi media MS (singkatan dari Murashige dan Skoog) yang sampai sekarang terbukti cocok untuk kultur jaringan banyank tanaman dan banyak digunakan di laboratorium kultur jaringan diseluruh dunia.
Kemajuan yang dicapai dalam meregenerasikan tanaman secara in vitro, dari sel atau bagian tanaman ternyata berdampak luas bagi kemajuan bidang pertanian. Aplikasi kultur jaringan di bidang pertanian menurut Murashige (komunikasi personal) meliputi hal sebagai berikut.
1.     Produksi tanaman bebas pathogen.
2.     Produksi bahan-bahan farmasi.
3.     Pelestarian plasma nutfah.
4.     Pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika.
5.     Perbanyakan klonal tanaman dengan cepat.       
Penggunaan teknik kultur jaringan untuk memproduksi tanaman bebas virus dimulai dengan penemuan Morel dan Martin pada tahun 1952 yang berhasil mendapatkan tanaman dahlia bebas virus dengan mengulturkan meristem pucuk tanaman yang terinfeksi virus. Eksplan yang digunakan berukuran sangat kecil (0,05-0,1 mm) dan hanya terdiri dari meristem besrta satu atau dua primordial daun. Pada tanaman yang terinfeksi virus, pembelahan sel dalam meristem lebih cepat dari pada perkembangan virus ke daerah tersebut, sehingga jika meristem tersebut diisolasi, lalu dikulturkan secara in vitro tanaman yang dihasilakan sering terbebas dari virus.
Pada tahun 1970, Smith dan Murashige berhasil mendapatkan tanaman bebas virus dari berbagai spesies tanaman. Pada tahun 1972, untuk menghasilkan tanaman jeruk bebas virus dan viroid, Murashige dan kelompoknya berhasil mengembangkan teknik sambung pucuk (shoot-tip grafting) in vitro dengan meristem sebagai batang atas dan seedling aseptic yang tumbuh dari embrio nuselar yang bebas infeksi virus sebagai batang bawah.
Dalam pemuliaan tanaman, teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut.
1.     Menyimpan plasma nutfah dengan perlakuan suhu rendah (5-15 °C) dan menyimpan kultur secara kriyogenik (cryopreservation) dengan fasilitas nitrogen cair.
2.     Menyelamatkan embiro, yaitu dengan mengulturkan embiro muda secara in vitro.
3.     Memperbanyak klonal tanaman dari galur tetua yang ditunjukan untuk produksi benih hibrida.
4.     Memproduksi tanaman haploid dengan kultur anter, polen atau mikrospora, dan kultur ovul untuk menghasilkan tanaman haploid dan galur murni.
5.     Mendeteksi dan menginduksi keragaman somaklonal dalam kultur sel, kalus embriogenik, dan tanaman regeneran dengan sistem seleksi yang diarahkan untuk karakter agronomi tertentu.
6.     Memanipulasi kultur protoplas seperti fusi protoplas.
7.     Merekayasa genetic tanaman.











BAB III
ALAT DAN BAHAN

Alat antara lain:
a)     Timbangan analitik
Untuk menimbang zat kimia dan kultur kalus
b)     PH meter
Untuk mengatur pH medium. Perhatikan cara kalibrasi, pengukuran pH dan membersihkan elektrodanya
c)     Autoclave
Adalah suatu alat untuk mensterilisasi dengan menggunakan uap panas. Autoclave berfungsi untuk mensterilisasikan medium, instrument dan alat gelas.
d)     Hot Plate
Untuk memenaskan medium atau membuat larutan stok
e)     Laminar Air Flow
Kotak beraliran udara steril untuk penanaman kultur
f)      Gelas kimia
g)     Botol stok
h)     Batang pengaduk
i)      Spatula
j)      Pinset
k)     Pembakar sepiritus
l)      Cawan petri
m)   Pot kecil
n)     Plastic
Sebagai penutup pot kecil pada aklimatisasi anggrek dan sebagai bahan penunjang dalam praktikum yang lain
o)     Karet
Sebagai pengikat

Bahan antara lain:
a)       Senyawa kimia untuk medium dasar MS
·         Stok A
·         Stok B
·         Stok C
·         Stok D
b)       Zat pengtur tumbuh (NAA dan BAP)
c)       Akuades
d)       Larutan NaOH 1M dan Hcl 1M
e)       Agar-agar
     Untuk pembuatan medium padat
f)        gula
g)       karbon aktif
untuk menyerap zat-zat yang tidak bermanfaat
h)       Mata tunas pisang, embrio kelapa, meristem melinjo, daun tembakau, dan tanaman anggrek
i)        Kaporit
j)        Bayclean

CARA KERJA
a)     Pembuatan Media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

b)     Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
c)     Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
d)     Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
e)     Pengakaran
            Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
f)      Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit gen
BAB IV
CARA KERJA

4.1 Kultur Organogenesis Tembakau
4.1.1 Tujuan Praktikum
1.     Mahasiswa mampu menginduksi organogenesis dari daun tembakau
2.     Mahasiswa mampu mengamati hasil kegiatan
3.     Mahasiswa mampu menganalisis hasil kegiatan
4.1.2 Tinjauan Pustaka
Tembakau adalah termasuk tanaman yang perlu dibudi dayakan, serta merupakan tanaman yang memiliki tingkat komoditi yang diminati oleh para petani. Namun dalam membudi dayakan tanaman ini tidaklah mudah, dan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pertumbuhannya. Sehingga dibutuhkan teknik yang tepat yaitu yang dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang cepat, serta agar dapat di hasilkan bibit tanaman yang bebas dari virus serta dari hama dan penyakit yang umumnya menyerang pada tanaman tembakau. Melihat permasalahan di atas, solusi yang tepat untuk memecahkan permasalahan di atas adalah teknik perbanyakan dengan kultur jaringan. Karena apabila perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan  akan dihasilkan bibit tanaman yang seragam, bebas dari hama penyakit, pertumbuhannya cepat serta didapatkan tanaman dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang cepat.  
Pelaksanaan kultur jaringan daun tembakau dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pembuatan media kultur
2. Pemilihan bibit sebagai eksplan
3. Sterilisasi
4. Penanaman eksplan
5. Pengamatan eksplan
6. Subkultur, dan
7. Aklimatisasi
Dalam kultur jaringan daun tembakau dalam pemilihan daun tembakau sebagai eksplan hendaknya memilih daun yang tidak terkena penyakit ataupun terserang oleh virus mozaik, karena bila hal tersebut terjadi dimungkinkan keturunan hasil kultur juga akan terkena virus seperti induknya. Untuk memilih daun tembakau hendaknya memilih daun sehat dan terletak ditengah (di antara daun yang paling atas dan daun yang terletak paling bawah), pemilihan daun tersebut bertujuan daunyang digunakan tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda sehingga dalam proses strerilisasi daun tersebut tidak mati sebelum bakteri yang ada di daun tersebut mati (suryowinoto,1977)  
Dalam pembudi dayaan tanaman tembakau dengan teknik kultur jaringan, di perlukan persiapan yang matang baik berupa persiapan bahan yang akan digunakan sebagai sumber eksplan, maupun alat serta ruang kultur. Selain itu media yang digunakan juga harus sesuai, dan tidak lepas dari zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam kultur organogenesis tembakau adalah auksin dan sitokinin. Auksin yang dipakai disini adalah auksin sintetik yaitu berupa NAA (asam naftalen asetat) dan sitokinin yang digunakan juga sitokinin sintetik yaitu BAP (benzilaminopurin).
Tembakau yang sering kita kenal sebagai tanaman sumber penyakit, karena kandungan nikotin di dalamnya ternyata memiliki manfaat dibalik semua persepsi itu. . Menurut penelitian, tembakau bisa digunakan sebagai reaktor penghasil protein Growth Colony Stimulating Factor (GCSF), suatu hormon yang sangat penting dalam menstimulasi produksi darah.
Adapun hama dan penyakit yang umumnya menyerang tanaman tembakau adalah sebagai berikut:


HAMA
a.    Ulat Grayak ( Spodoptera litura ) Gejala : berupa lubang-lubang tidak beraturan dan berwarna putih pada luka bekas gigitan. Pengendalian: Pangkas dan bakar sarang telur dan ulat, penggenangan sesaat pada pagi/sore hari , semprot Natural VITURA
b.    Ulat Tanah ( Agrotis ypsilon ) Gejala : daun terserang berlubang-lubang terutama daun muda sehingga tangkai daun rebah. Pengendalian: pangkas daun sarang telur/ulat, penggenangan sesaat, semprot PESTONA.
c.    Ulat penggerek pucuk ( Heliothis sp. ) Gejala: daun pucuk tanaman terserang berlubang-lubang dan habis. Pengendalian: kumpulkan dan musnah telur / ulat, sanitasi kebun, semprot PESTONA.
d.    Nematoda ( Meloydogyne sp. ) Gejala : bagian akar tanaman tampak bisul-bisul bulat, tanaman kerdil, layu, daun berguguran dan akhirnya mati. Pengendalian: sanitasi kebun, pemberian GLIO diawal tanam, PESTONA
e.    Kutu – kutuan ( Aphis Sp, Thrips sp, Bemisia sp.) pembawa penyakit yang disebabkan virus. Pengendalian: predator Koksinelid, Natural BVR.
f.     Hama lainnya Gangsir (Gryllus mitratus ), jangkrik (Brachytrypes portentosus), orong-orong (Gryllotalpa africana), semut geni (Solenopsis geminata), belalang banci (Engytarus tenuis).
Penyakit
a.    Hangus batang ( damping off ) Penyebab : jamur Rhizoctonia solani. Gejala: batang tanaman yang terinfeksi akan mengering dan berwarna coklat sampai hitam seperti terbakar. Pengendalian : cabut tanaman yang terserang dan bakar, pencegahan awal dengan Natural GLIO.
b.    Lanas Penyebab : Phytophora parasitica var. nicotinae. Gejala: timbul bercak-bercak pada daun berwarna kelabu yang akan meluas, pada batang, terserang akan lemas dan menggantung lalu layu dan mati. Pengendalian: cabut tanaman yang terserang dan bakar, semprotkan Natural GLIO.
c.    Patik daun Penyebab : jamur Cercospora nicotianae. Gejala: di atas daun terdapat bercak bulat putih hingga coklat, bagian daun yang terserang menjadi rapuh dan mudah robek. Pengendalian: desinfeksi bibit, renggangkan jarak tanam, olah tanah intensif, gunakan air bersih, bongkar dan bakar tanaman terserang, semprot Natural GLIO.
d.    Bercak coklat Penyebab : jamur Alternaria longipes. Gejala: timbul bercak-bercak coklat, selain tanaman dewasa penyakit ini juga menyerang tanaman di persemaian. Jamur juga menyerang batang dan biji. Pengendalian: mencabut dan membakar tanaman yang terserang.
e.    Busuk daun Penyebab : bakteri Sclerotium rolfsii. Gejala: mirip dengan lanas namun daun membusuk, akarnya bila diteliti diselubungi oleh massa cendawan. Pengendalian: cabut dan bakar tanaman terserang, semprot Natural GLIO.
f.     Penyakit Virus Penyebab: virus mozaik (Tobacco Virus Mozaic, (TVM), Kerupuk (Krul), Pseudomozaik, Marmer, Mozaik ketimu (Cucumber Mozaic Virus). Gejala: pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Pengendalian: menjaga sanitasi kebun, tanaman yang terinfeksi di cabut dan dibakar.
4.1.3 Alat dan Bahan
·         Cawan petri 2 buah ( 1 pakai kertas saring)
·         Botol kultur 2 buah ( 1 isi aquades, 1 kosong untuk tempat alcohol pereendam pinet)
·         Pinset, scalpel, blade
·         Lampu spitrus
·         Botol semprot isi alcohol 70%
·         Korek  api
·         Kapas
·         Medium tembakau
·         Lamina air flow
·         Kultur tembakau
Catatan
·         Semua alat dan bahan disiapkan untuk setiap orang
·         No. 1-5 disterilkan dengan autoklaf
4.1.4 Cara Kerja
1.    Mengambil daun tembakau, dan memotong daun tersebut berukuran sekitar 1 cm kemudian menyeterilkan dengan alcohol 70% dan menggunakan latutan kalsium hipoklorida 1.75 % selama 15 menit.
2.    Dun tembakau seteril kemudian memotong- motong berukuran sekitar 1 cm²
3.    Meletakan eksplan tersebut ke medium organogenesis dengan setiap botol ditanami 2 daun. Cara meletakan eksplan dilakukan pada posisi terbalik
4.    Kultur dipelihara diruang kultur dengan suhu ruang 23-26°C dan pencahayaan terus menerus
5.    Pengamatan dilakukan selama 3 minggu. Mengamati pertumbuhan kalus, pucuk dan akar setiap minggu dan mencatat hasilnya dalam tabel.
4.1.5 Hasil PraktiKUM
No
Media
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
1
B0N0
D
D
D
D
2
B6N0
D
C
B
B
3
B0N5
D
D
D
B
4
B6N6
D
C
C
C
5
B0N7
D
D
E
E
6
B5N6
D
D
D
D
7
B5N0
D
D
B
A
8
B5N5
D
C
C
C
9
B6N5
D
D
C
C


Keterangan
Keterangan     :
A  : Tumbuh akar
B   : Tumbuh tunas
C   : Tumbuh kalus
D  : Hidup tapi tidak tumbuh
E   : Kontaminasi jamur
F   : Kontaminasi bakteri
PENGAMATAN MINGGU KE 4
 
 

pPengamatan 4 minggu
4.1.6 Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan mengenai organogenesis tembakau, medium yang digunakan sangat bervariasi. Pada medium yang digunakan hanya ada 8 medium yang tumbuh sedangkan medium yang LAIN terkontaminasi. Pada medium yang mengalami kontaminasi yaitu B0N7 tidak bisa dijelaskan secara tepat, karena banyak faktor yang bisa menyebabkan kontaminasi tersebut, adapun faktor – faktor tersebut yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari tanaman sumber eksplan, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar tanaman sumber eksplan seperti kecerobohan praktikan, ketidak sterilan peralatan yang digunakan, serta medium yang tidak sesuai dan tanaman sumber eksplan yang tidak steril. Namun pada praktikum pengulangan tidak terjadi kontaminasi pada medium B57N7, yang sebelumya pada praktikum pertama telah terjadi kontaminasi.
Komposisi zat pengatur tumbuh sangat berpengaruh terhadap keberhasilan perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan. Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam medium kultur organogenesis tembakau adalah auksin dan sitokinin. Adapun pengaruh dari penggunaan komposisi zat pengatur tumbuh stersebut adalah:
1.     Auksin > sitokinin maka akan tumbuh akar
2.     Auksin < sitokinin maka akan tumbuh tunas
3.     Auksin = sitokinin maka akan tumbuh kalus
Namun dalam pemberian komposisi yang demikian bisa saja bagian yang akan tumbuh tidak sesuai dengan ketentuan di atas, karena bisa saja auksin maupun sitokinin tersebut berasal dari dalam tanaman itu sendiri, dan tidak menutup kemungkinan kalau auksin maupun sitokinin dalam tanaman lebih tinggi konsentrasinya ataupun lebih rendah dari pada auksin dan sitokinin di lingkungan yang berasal dari medium yang digunakan. Sitokinin yang digunakan adalah sitokinin sintetik yaitu BAP ( benzilaaminopurin) sedangkan auksin yang digunakan juga auksin sintetik yaitu NAA (asam naftalen asetat).
Pada praktium tembakau ini, bagian tanaman yang di gunakan untuk kultur adalah organ tanaman yang berupa daun. Kultur organ adalah pemeliharaan organ tanaman seperti akar, pucuk dalam medium dan lingkungan buatan yang steril. Kultur organ ini disebut dengan organogenesis yaitu pembentukan organ melalui diferensiasi.
4.1.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.     Medium yang digunakan dalam kultur organogenesis tembakau bervarisi, diantaranya yaitu: B0N0, B6N0 B0N5 B6N6 B0N7 B5N6 B5N0 B5N5 B6N5, Dan yang tidak terkontaminasi yaitu media DAN semuanya tidak kontaminasi kecuali B0N7
2.     Zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur organogenesis tembakau adalah sitokinin yang berupa BAP dan auksin yang berupa NAA. Pengaruh dari penggunaan komposisi zat pengatur tumbuh stersebut adalah:
1.     Auksin > sitokinin maka akan tumbuh akar
2.     Auksin < sitokinin maka akan tumbuh tunas
3.     Auksin = sitokinin maka akan tumbuh kalus
3       Kultur organ adalah pemeliharaan organ tanaman seperti akar, pucuk dalam medium dan lingkungan buatan yang steril
4       Organogenesis adalah pembentukan organ melalui deferensiasi

4.2 Kultur Tunas Pisang
4.2.1 Tujuan Praktikum
1.     Mahasiswa mampu melakukan multiplikasi tunas pisang
2.     Mahasisw mampu mengamati dan menganalisis hasil kultur tunas pisang
4.2.2 Tinjauan Pustaka
Tanaman pisang telah ada sejak manusia ada. Namun saat itu pisang masih merupakan tanaman liar yang tidak dibudidayakan, hal ini disebabkan oleh karena manusia pada awal kebudayaan hanya berperan sebagai pengumpul makanan dari alam tanpa perlu untuk menanamnya kembali. Namun setelah kebudayaan pertanian  menetap dimulai, pisang termasuk dalam golongan tanaman pertama yang dipelihara ( Suyanti dan Supriyadi, 2008 ).
Di kalangan masyarakat yang tinggal di kawasan Asia Tenggara, diduga pisang telah lama dimanfaatkan  terutama bagian tunas dan pelepahnya yang diolah sebagai sayur. Sedangkan pada saat ini bagian-bagian lain dari tanaman pisang pun juga telah dimanfaatkan ( Suyanti dan Supriyadi, 2008 ).
Pisang merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan kini tanaman pisang telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Buah pisang sangat popular dan disukai oleh semua lapisan masyarakat. Pisang yang dikonsumsi segar sebagai buah meja ini berasal dari persilangan alamiah antara Musa acuminate dengan Musa balbisiana yang kini turunannya dikenal lebih dari ratusan jenis pisang, yaitu pisang meja, pisang rebus ( olahan ), dan pisang hias. Adapun jenis dari pisang meja yang terkenal antara lain ambon kuning, ambon hijau ( ambon lumut ), ambon putih dan Cavendish ( Sunarjono, 2006 ).
Pisang merupakan salah satu buah tropis yang penting, produksinya menempati urutan ketiga setelah mangga dan jeruk . buah ini banyak digemari oleh masyarakat, baik di dalam negri maupun luar negeri. Pisang dapat dikonsumsi dalam bentuk segar sebagai buah meja atau konsumsi dalam bentuk gorengan, oleh karena itu pisang dianggap sebagai komoditas penting sehingga ada lembaga dunia yang mengurusi masalah pisang, yaitu Internasional Network for Improvment of Banana and plantain (INIBAP).
Produksi pisang di Indonesia rata-rata 3,2 juta ton per tahun (tabel 1). Diperkirakan 1,5 juta ton di antaranya merupakan pisang meja untuk konsumsi segar. Bila diasumsikan sekitar 60% (120 juta) dari jumlah penduduk indonesia (200 juta) menyukai pisang maka konsumsi pisang hanya 12,5 kg/orang/tahun atau 34,2 g/orang/hari. Padahal berat pisang ambon kuning saja sekitar 100g. Ini berarti kemampuan penyediaan buah pisang untuk konsumsi buah meja masih sangat kecil karena masih jauh di bawah berat rata-rata buah pisang.
Pisang (Musa paradisiaca L.) berasal dari hasil silangan alamiah antara Musa acuminata dengan Musa balbisiana, yang kini keturunannya lebih dari ratusan kultivar pisang. Pisang merupakan komoditas hasil pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan menjadi makanan pokok bagi jutaan penduduk di daerah tropik Afrika. Nilai nutrisi pisang hampir sama dengan kentang kecuali kadar proteinnya yang lebih rendah. Di Indonesia pisang merupakan tanaman buah yang paling banyak dibudidayakan dan dikonsumsi. Di Indonesia dijumpai berbagai macam kultivar pisang, beberapa diantaranya adalah pisang Ambon, Barangan, Raja, Emas, Susu, Kepok dan Tanduk. Dari berbagai macam kultivar pisang tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni pisang meja, pisang rebus ( pisang olahan ) dan pisang hias. Kultivar pisang  yang relatif digemari konsumen adalah pisang Ambon, Raja , Barangan, Emas, Susu, Kepok dan Tanduk.
4.2.3 Alat dan Bahan
·       Cawan petri 2 buah ( 1 pakai kertas saring)
·       Botol kultur 2 buah ( 1 isi aquades, 1 kosong untuk tempat alcohol pereendam pinet)
·       Pinset, scalpel, blade
·       Lampu spitrus
·       Botol semprot isi alcohol 70%
·       Korek  api
·       Kapas
·       Medium induksi tunas pisang
·       Lamina air flow
Catatan
·       Semua alat dan bahan disiapkan untuk setiap orang
·       No. 1-5 disterilkan dengan autoklaf
4.2.4 Cara Kerja
1.     Melakukan seterilisasi tunas pisang dengan cara mengambil mata tunas pisang, ambil bagian tunas yang masi hidup sampai berukuraan sekitar 1 cm, kemudian mencuci bersih dengan air mengalir, dilanjutkan dengan merendan dalam alqohol selama 5 menit.
2.     Menyeterilkan mata tunas tersebut dengan cara merendam dalam larutan kalsium hipoklorida selama 60 menit
3.     Mengisolasi mata tunas sampai berukuran 0,5 cm
4.     Menanam pada media induksi tunas memelihara ditempat yang terang.
5.     Melakukan pengamatan setiap minggu selama 4 minggu untuk mengetahui pertumbuhan tunas pisang.

4.2.5 Hasil Praktikum
Medium
Minggu ke-
1
2
3
4
K5N7
Tunas
Tunas
kontaminasi
Kontaminasi
K55N7
Tunas
Tunas
kontaminasi
Kontaminasi
K4N7
Tunas
Tunas
Kontaminasi
Kontaminasi


4.3.6 Pembahasan
Pada praktikum mengenai kultur tunas pisang, dimana kultur tunas ini merupakan jenis kultur pucuk yaitu: pemeliharaan pucuk dalam medium dan lingkungan buatan yang steril, dengan menggunakan media yang komposisi zat pengatur tumbuhnya yaitu MS K5N7, K55N7, K4N7dan penanaman  dilakukan pada 3 buah pot, dan masing – masing pot di beri dua tunas pisang dengan perlakuan yang sama yaitu menggunakan medium K5N7. Pada perlakuan dengan medium K55N7 dan K4N7 , Selain itu pada pembuatan medium pisang juga ditambahkan karbon, hal ini ditujukan agar racun – racun dan virus lain yang ada pada pisang bisa terserap oleh karbon tersebut. Dikarenakan pada pisang banyakmengandung senyawa fenol apa bila terpotong  Serta untuk mencegah terjadinya browning, beowning merupakan peristiwa berubahnya warna menjadi coklat akibat sel yang terpotong mengeluarkan senyawa fenol jika teroksidasi menyebabkan selnya mati. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa pertahanan, sehingga diberi karbon aktif agar tidak banyak sel yang mati pada tunas yang hendak ditanam, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi secara internal dapat dihindaari.
Pemberian auksin yang terlalu tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan mata tunas tersebut. Jika sumber auksin dihilangkan dengan jalan memotong meristem apikal, maka tunas samping itu akan tumbuh menjadi tunas. Selain itu auksin juga menyebabkan munculnya dominasi apikal, yaitu penghambatan tunas samping akibat pertumbuhan tunas apeks.
Jadi dalam pembuatan medium kultur tunas pisang ini sebaiknya komposisi antar zat pengatur tumbuhnya seimbang, yaitu antara BAP (sitokinin) dengan NAA (auksin). Sehingga tanaman hasil kultur tersebut muncul tunas yang baik. Jika komposisinya berselisih sebaiknya jangan terlalu tinggi perbedaan komposisi antar zat pengtur tumbuh tersebut. 
4.3.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.     Kultur tunas pisang merupakan jenis kultur pucuk yaitu: pemeliharaan pucuk dalam medium dan lingkungan buatan yang steril.
2.     Pada penanamannya di tanam pada tiga buah pot, semua kontaminasi
3.     Dalam medium tunas pisang ditambahkan karbon, tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya brown pada tunas pisang serta untuk menyerap racun – racun pada tunas yang memungkinkan terjadinya kontaminasi.
4.     Fungsi sitokinin dalam kultur tunas pisang ini adalah merangsang pembelahan sel serta pembentukan dan perbanyakan tunas aksilar dan adventif, sedangakan fungsi auksin apabila pemberiaanya terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan mata tunas tersebut.

4.3 Kultur Meristem Melinjo
4.3.1     Tujuan Praktikum
a.      Mahasiswa mampu mengisolasi meristim melinjo
b.     Mahasiswa mampu melakukan kultur meristim melinjo
4.3.2     Tinjauan Pustaka
Melinjo merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena semua bagian dari melinjo dapat di manfaatkan. Selain itu melinjo juga adalah tanaman budi daya dengan nilai ekonominya yang cukup tinggi. Namun, budi daya tanaman yang mempunyai nama ilmiah Genentun genemon ini mengalami beberapa kendala. Adapun kendala yang dihadapi dalam budi daya tanaman ini salah satunya adalah mengenai perbanyakan tanaman. Teknik budi daya yang sering digunakan oleh masyarakat awam untuk perbanyakan tanaman melinjo adalah teknik konvensional, hal ini tidak lah efisien karena penyediaan bibit melinjo secara generative memerlukan waktu yang lama. Untuk dapat berkecambah, biji melinjo memerlukan waktu yang cukup lama yaitu antara 6-18 bulan. Sedangkan teknik perbanyakan dengan cara vegetatif misalnya cangkok dan okulasi kurang menghasilkan kulitas bibit yang bagus, serta kurang menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan memerlukan waktu yang cukup lama.
Salah satu cara yang tepat untuk mengatasi permasalahan mengenai budi daya perbanyakan tanamam melinjo adalah perbanyakan dengan teknik kultur jaringan. Perbanyakan dengan teknik seperti ini akan menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan dengan waktu yang cepat. Selain itu bibit yang dihasilkan kualitas dan kuantitasnya juga lebih baik. Pada praktikum yang kita lakukan adalah perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan yang memanfaatkan meristem melinjo sebagai sumber eksplan. Adapun tujuan dari praktikum yang dilakukan adalah agar bisa membudi dayakan tanaman yang mempunyai nama ilmiah Genentum genemon ini.
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, yang kemudian  ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Pada praktikum kultur meristem melinjo, bagian yang digunakan adalah meristem pucuk pada  daun. Melinjo merupakan tanaman yang perlu dibudidayakan karena manfaatnya yang sangat besar bagi kehidupan.  
4.3.3     Alat dan Bahan
1.     Cawan petri 2 buah ( 1 pake kertas saring)
2.     Pinset, scalpel, blade
3.     Lampu spirtus
4.     Botol smprot isi alquhol 70%
5.     Korek api
6.     Kapas
7.     Medium induksi meristem melinjo
8.     Laminar air flow
4.3.4     Cara kerja
1.     Melakukan sterilisasi tunas melinjo dengan cara mengambil tunas dan buang daun melinjo, kemudian mencuci bersih dengan air mengalir, dilanjutkan dengan merendam dalam alcohol selama 5 menit.
2.     Menyeterilkan tunas tersebut dengan cara merendam dalam larutan kalsium hipoklorida selama 15 menit.
3.     Mengisolasi meristem sampai berukuran 1 mm
4.     Menanam pada media induksi tunas dan pelihara di tempat  yang terang
5.     Melakukan pengamatan setiap minggu selama 4 minggu untuk mengetahui pertumbuhan tunas pisang.
4.3.5 Hasil Praktikum

NO
Media
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
1
B56N7
D
D
E
E
2
B56N7
D
D
B
B



B56N7
 
Text Box: 3mm
Keterangan   :
A  : Tumbuh akar
B   : Tumbuh tunas
C   : Tumbuh kalus
D  : Hidup tapi tidak tumbuh
E   : Kontaminasi jamur
F   : Kontaminasi bakteri






4.3.6 Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan mengenai perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan yang menggunakan meristem pucuk daun sebagai eksplan, dapat diketahui pengaruh dari medium yang digunakan. Kultur meristem adalah pemeliharaan meristem dalam lingkungan buatan yang steril. Adapun medium yang digunakan adalah B56N7, yaitu medium dengan komposisi BAP 5x dan NAA 1x. Pada praktikum sebelumnya didapatkan 2 tanamam tumbuh
NAA merupakan senyawa auksin sintetik yang masuk dalam kelompok asam naftalen, dan NAA ini adalah kelompok asam naftalen dengan nama asam naftalen asetat. Auksin disintesis di bagian pucuk tanaman dan  akan diangkut ke seluruh bagian tanaman yang lain. Pada umumnya pergerakan auksin adalah polar basipetal, yaitu dari ujung secara morfologi ke bagian dasar secara morfologi. System kerja dari auksin adalah bekerja dari atas ke bawah, sehingga auksin mempengaruhi pertumbuhan ke bawah. Akibatnya jika hormone auksin lebih banyak komposisinya maka tanaman tersebut akan tumbuh akar.
BAP (Benzilaminopurin) merupakan senyawa sitokinin sintetik, yang merupakan Zat pengatur tumbuh yang berperan sangat penting dalam pertumbuhan dan morfogenesis pada kultur jaringan. Biosintesis sitokinin secara ilmiah terjadi pada jaringan dan bagian-bagian lain yang bersifat meristematik atau mempunyai potensi untuk tumbuh. Pada umumnya sitokinin disintesis di akar dan ditranslokasikan secara akorpetal ke pucuk (Moore, 1989). Pengangkutan sitokinin yang bersifat akropetal ini merupakan salah satu penyebab fenomena dominasi apical.
4.3.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum serta pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.     Kultur meristem adalah pemeliharaan meristem dalam lingkungan buatan yang steril.
2.     Medium yang digunakan dalam praktek kultur meristem melinjo adalah B56N7, yaitu BAP 5x dan NAA 1x.
3.     Semua tanaman tumbuh dan steril
4.     NAA merupakan auksin sintetik yang masuk dalam kelompok asam naftalen, yaitu asam naftalen asetat.
5.     BAP merupakan sitokinin sintetik yang merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan sangat penting dalam pertumbuhan dan morfogenesis kultur jaringan.

4.4 Aklimatisasi anggrek
4.4.1 Tujuan Praktikem
Mahasiswa mampu mengaklimatisasikan tanaman anggrek hasil kultur jaringan ke tanah siap dipelihara secara tradisional
4.4.2 Tinjauan Pustaka
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki flora dan fauna yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, dan tanaman Anggrek merupakan salah satu kekayaan Alam Indonesia yang patut dipelihara. Anggrek alam (spesies) yang tumbuh dihutan kita, biasa kita kenal dengan anggrek spesies. Anggrek spesias ini mendapat  ancaman alam seperti api dan kemarau serta ancaman yang berasal dari  manusia yang merambah dari lingkungan aslinya. Sehingga perlu dilakukan usaha-usaha untuk melestarikan anggrek tersebut di dalam lingkungan atau diluar lingkunganya agar anggrek tersebut tidak punah dan masih bisa dinikmati oleh anak cucu kita mendatang.
Dalam usaha untuk melestarikan anggrek spesies diluar lingkungan banyak mengalami permasalahan yaitu membuat lingkungan yang mirip dengan tempat asli anggrek spesies berasal. Supaya anggrek tersebut dapat hidup seperti pada habitat aslinya. Namun pembuatan lingkungan yang sama dengan habitat asli anngrek, tidak lah mudah dan banyak sekali menemukan permasalahan. Adapun beberapa faktor lingkungan yang dominan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman anggrek tersebut diantaranya adalah kelembaban, temperatur udara, intensitas cahaya dan lain-lain
Permasalahan yang saat ini muncul adalah bagaimana melakukan aklimatisasi anggrek tetapi tidak merubah kondisi lingkungan anggrek tersebut atau menyesuaikan kondisi lingkungan anggrek seperti pada kondisi habitatnya di alam. Hal ini di maksudkan agar anggrek tidak setres atau shock dengan kondisi yang dibuat oleh kita, sehingga anggrek dapat tumbuh baik seperti pada kondisi alammya. Sementara itu hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan pengembangan dan pemanfaatan anggrek spesies, khususnya yang berkaitan dengan teknologi kultur jaringan. Tidak dipungkiri bahwa metode terbaik hingga saat ini dalam pelestarian dan perbanyakan anggrek adalah dengan kultur jaringan, karena melalui kultur jaringan banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan dengan metode konvensional.
Anggrek adalah tanaman yang terkenal akan keindahan bunganya, sehingga tanaman anggrek mempunyai nilai ekonomi dan estetika yang tinggi. Indonesia mempunyai sekitar 5000 jenis anggrek alam dari sekitar 25.000-30.000 jenis yang ada di dunia. Melihat aspek teknologi yang sedang berkembang, teknik kultur jaringan menjadi salah satu alternanif sebagai upaya pelestarian dan produksi anggrek alam di Indonesia, sehingga kita dapat menikmati keindahan pesona anggrek alam Indonesia tanpa harus merusak lingkungan atau bahkan membuat kita kehilangan sumber plasma nutfah yang berharga. Kultur jaringan merupakan teknologi yang tepat untuk melestarikan spesies anggrek, karena teknik ini dapat memperbanyak tanaman dalam waktu yang cepat, serta dapat menentukan media yang tepat bagi pertumbuhan anggrek ketika dikulturkan, agar kondisi alam yang sesungguhnya dapat di rasakan oleh tanaman anggrek. Selanjutnya dari hasil kultur tanaman anggrek, kemudian dilakukan aklimatisasi.
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng atau media tanah. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. Aklimatisasi atau penyesuaian terhadap lingkungan baru dari lingkungan yang terkendali atau lingkungan ketika masih dalam media kultur ke lingkungan yang relatih berubah atau lingkungan luar. Bibit anggrek hasil perbanyakan secara in vitro membutuhkan proses adaptasi sebelum tumbuh besar menjadi tanaman. 
Beberapa gambaran dan potensi yang bisa dimunculkan dalam kultur jaringan diantaranya adalah:
·         Kultur meristem, dapat menghasilkan anggrek yang bebas virus,sehingga sangat tepat digunakan pada tanaman anggrek spesies langka yang telah terinfeksi oleh hama penyakit, termasuk virus.
·         Kultur anther, bisa menghasilkan anggrek dengan genetik haploid (1n), sehingga bentuknya lebih kecil jika dibandingkan dengan anggrek diploid (2n). Dengan demikian sangat dimungkinkan untuk menghasilkan tanaman anggrek mini, selain itu dengan kultur anther berpeluang memunculkan sifat resesif unggul yang pada kondisi normal tidak akan muncul karena tertutup oleh yang dominan.
·         Dengan tekhnik poliploid dimungkinkan untuk mendapatkan tanaman anggrek ‘giant’ atau besar. Tekhnik ini salah satunya dengan memberikan induksi bahan kimia yang bersifat menghambat (cholchicine)
·         Kloning, tekhnik ini memungkinkan untuk dihasilkan anggrek dengan jumlah banyak dan seragam, khususnya untuk jenis anggrek bunga potong. Sebagian penganggrek telah mampu melakukan tekhnik ini.
·         Mutasi, secara alami mutasi sangat sulit terjadi. Beberapa literatur peluangnya 1 : 100 000 000. Dengan memberikan induksi tertentu melalui kultur jaringan hal tersebut lebih mudah untuk diatur. Tanaman yang mengalami mutasi permanen biasanya memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi
·         Bank plasma, dengan meminimalkan pertumbuhan secara ‘in-vitro’ kita bisa mengoleksi tanaman anggrek langka tanpa harus memiliki lahan yang luas dan perawatan intensif. Baik untuk spesies langka Indonesia maupun dari luar negeri untuk menjaga keaslian genetis yang sangat penting dalam proses pemuliaan anggrek.
 4.4.3 Alat dan Bahan
·       Cawan petri
·       Pinset
·       pot / gelas  plastic
·       baki plastic
·       sungkup / kantong plastik
·       Karet
·       Fungisidal
·       Pengaduk
·       Hand sprayer berisi air matang
·       Planlet
·       Mediu batang pakis

4.4.4 Cara kerja
1.     Memotong kecil – kecil batang pakis dan memasukan kedalam kantong kain, kemudia di sterilkan
2.     Satu hari kemudian, memasukan bahan medium ke dalam pot
3.     Mencuci plantlet dengan air mengalir,hindari adanya perlukaan pada plantlet
4.     Merenda plantlet dalam larutan fungisidal 2 gr selama 15 menit
5.     Menyiram pot dengan air
6.     Menanam plantlet dalam pot
7.     Menutup pot dengan kantong plastic
8.     Meletakan pot pada baki berisi air
9.     Mengamati setiap hari, secara bertahap membuka sungku dengan cara dilubangi. Setelah 10-14 hari, membuka sungkup
10.  Bila ada tanda- tanda layu, sungkup dapat memasang sungkup kembali
4.5.5 hasil Praktikum
Hasil praktikum aklimatisasi anggrek
Minggu ke
Pengamatan
Hari pertama       
Persiapan
Ø  Memilih anggrek yang akan ditanam dari botol kultur
Ø  Mencuci bibit anggrek dengan air mengalir sampai bersih
Penanaman
Ø  Menyiapkan media tanam (pot) yang diisi dengan campuran akar pakis haji, serbuk kayu, dan arang sekam
Ø  Menanam anggrek yang sudah dicuci bersih pada media yang telah di siapkan
Ø  Menutup bagian atas pot dengan plastic sampai rapat dan di ikat dengan karet gelang
Ø  Meletakan pot yang telah di tamami anggrek ke baki yang telah diisi air
Ø  Mengamati pertumbuhan dan perkmbangannya
Minggu ke-1
Ø  Pot 1 & 2 : daunnya mulai tumbuh dan berwarna hijau
Minggu ke-2
Ø  Memotong kedua sisi sungkup plastik
Ø  Pot 1 & 2 : daunnya mulai tumbuh dan berwarna hijau
Minggu ke-3
Ø  Pot 1& 2 : tumbuh dan daunnya berwarna hijau
Minggu ke-4
Ø  Membuka plastic penutup
Ø  Pot1 & 2 : tumbuh subur dan daunnya berwarna  hijau
Minggu ke-5
Ø  Pot 1 tngginya 1,1 cm
Ø  Pot 2 tingginya 1,4 cm
Minggu ke-6
Ø  Pot 1 tingginya 1,4 cm
Ø  Pot 2 tingginya  1,8 cm

Gambar hasil






4.4.6 Pembahasan
Aklimatisasi merupakan pemindahan tanamaan hasil kultur ke media lain. namun dalam pemindahan tanaman anggrek hasil kultur jaringan tidak dapat dipindahkan secara langsung ke media tanah, tetapi biasanya harus di sub kultur atau dipindah ke media lain terlebih dahulu untuh penyesuaian diri tanaman anggrek hasil kultur jaringan dengan lingkungan yang baru karena kondisi lingkungan luar sangatlah berbeda dengan kondisi didalam media kultur jaringan. Agar tanaman anggrek dapat hidup, langkah awal yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu menindahkan  tanaman anggrek dari media kultur jaringan ke media baru yaitu media yang terdiri dari akar tanaman pakis dan moos yang kemudian ditambahkan vitamin. Adapun media pakis yang digunakan adalah batang pakis hitam karena lebih mudah mengikat airdan mudah ditembus olehakar tanaman anggrek karena memiliki aeresi dan draenasi yang baik, selain itu juga mempunyai struktur yang lunak. Penyiraman vitamin dilakukan untukanggrek tidak kekurangan makanan karena sebelumnya dalam media kultur, zat yang dibutuhkan oleh tanaman anggrek sudah disiapkan namun setelah berpindah media tanaman harus mencari sendiri zat- zat yang dibutuhkan. Anggrek merupakan tanaman yang menempel pada media atau tanaman lain sehingga tanaman anggrek tersebut tidak dapat langsung  menyerap atau membuat makanan sendiri dengan menyerap nutrisi yang ada pada media aklimatisasi.  Pada percobaan aklimatisasi anggrek kali ini dapat dikatakan berhasil karena tanaman anggrek hasil kultur jaringan yang ditanam pada pot dapat hidup di lingkungan yang baru. Pada awal aklimatisasi tanaman anggrek pada pot di tutup dengan menggunakan plastic bertujuan untuk proses adaptasi anggrek dengan lingkungan barunya untuk masuki lingkungan luar. Dan selanjutnya setelah 2 minggu kedua ujung plastic penutup diberi lubang merupakan tahap awal tanaman anggrek ini dari lingkungan non aseptic. Selanjutnya pada minggu bertikutnya tutup plastic dibuka semua dan tanaman anggrek masih dapat bertahan hihup namun pada pot 1 yang ditanami 2 tanaman anggrek yang satu mati hal ini disebabkan karena  tanaman tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain itu juga dapat pula disebabkan karena tanaman anggrek hasil kultur yang di tanam terlalu kecil sehingga belum mampu bertahan hidup lebih lama lagi.
Factor lain yang juga mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi anggrek yaitu kestabilan suhu dan kelembaban lingkungan tanaman anggrek agar keadaannya mendekati lingkungan media kultur yang sebelumnya atau menjaga agar tidak terjadi perubahan suhu yang sangat drastic.
4.4.7 Kesimpulan
Dari hasil pengamatanyang dilakukan maka dapat diketahui bahwa:
·         Anggrek hasil kultur ( anakan anggrek) dari lingkungan aseptic ini mampu bertahan hidup setelah ditanam pada lingkungan non aseptic.
·         Ada salah satu tanaman yang mati setelah dibukanya plastic penutup dikarenakan tanamannya terlalu kecil dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang barunya.
·         Dalam aklimati sasi, kestabilan suhu  lingkungan dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap keberhasilan aklimatisasi karena perbedaan suhu yang sangat drastic menjadikan tanaman sulit beradaptasi.
·         Media yang digunakan dalam aklimatisasi sudah tepat menggunakan akar batang pakis hitan karena lebih mudah mengikat air dan mudah ditembus akar anggrek dan memiliki aeresi dan draenasi baik yang mempunyai struktur lunak












BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil serta pembahasan praktikum, maka dapat disimpulkan semuanya yaitu:
1.     Kultur jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut Gewebe kultur atau tissue culture (Inggris) atau weefsel kweek atau weefsel cultuur (Belanda). Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
2.     Manfaat kultur jaringan:
1.     Pengadaan bibit tidak tergantung musim
2.     Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relative cepat
3.     Bibit yang dihasilkan seragam
4.     Bibit yang dihasilkan bebas dari penyakit
5.     Biyaya pengangkutan bibit relative lebih murah dan mudah
6.     Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama dan penyakit dan faktof eksternal.
3.   Zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan  adalah sitokinin yang berupa BAP dan auksin yang berupa NAA. Pengaruh dari penggunaan komposisi zat pengatur tumbuh stersebut adalah:
1.    Auksin > sitokinin maka akan tumbuh akar
2.    Auksin < sitokinin maka akan tumbuh tunas
3.    Auksin = sitokinin maka akan tumbuh kalus
4.   Kultur organ adalah pemeliharaan organ tanaman seperti akar, pucuk dalam medium dan lingkungan buatan yang steril
5.   Organogenesis adalah pembentukan organ melalui deferensiasi
6.   Kultur embrio adalah pemeliharaan embrio dalam medium dan lingkungan buatan yang steril
7.   Kultur meristem adalah pemeliharaan meristem dalam lingkungan buatan yang steril

8.   Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng atau media tanah.
9.   Faktor factor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan yaitu:
Ø  Bahan eksplan
Ø  Sterilisasi bahan eksplan
Ø  Zat pengatur tumbuh
·       Auksin
·       Sitokinin
·       Giberalin
·       Asam absiat
·       Etilen
Ø  Lingkungan kultur
Ø  Keberuntungan karena walaau pun sudah diulang ulang berapa kali kalau belum beruntung belum akan tumbuh juga












DAFTAR PUSTAKA

Daisip.sriyanti.1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisus: Djogyakarta
Sisunandar,Ph.D.2010.Petunjuk Praktikum Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan. UMP: Purwokerto
 Sulkarnain.2009.Kuljar Tanaman Solusi Perbanyak Tanaman Budi Daya.Bumi aksara: Jakarta.
Suryowinoto.1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Kanisiur: Djogjakarta
Yusnita . 2003. Kutur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agro Media Pustaka; Jakarta .
















2 comments:

Post a Comment